Kompas TV nasional agama

Kemenag Tanggapi Media Asing yang Soroti Suara Azan: Aturan Soal Pengeras Suara Masih Relevan

Kompas.tv - 16 Oktober 2021, 13:47 WIB
kemenag-tanggapi-media-asing-yang-soroti-suara-azan-aturan-soal-pengeras-suara-masih-relevan
Ilustrasi pengeras suara masjid. Kementerian Agama (Kemenag) mengatakan aturan tentang pelantang di masjid sudah ada sejak lama dan masih relevan. (Sumber: Daily Pakistan Global via Tribunnews)
Penulis : Hedi Basri | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kementerian Agama (Kemenag) menanggapi laporan media asal Prancis, Agency France-Presse (AFP), yang menyoroti suara azan di Indonesia. Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menegaskan aturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid sudah ada sejak lama dan masih relevan.

"Azan adalah panggilan salat, sehingga dikumandangkan pada waktunya. Durasi azan juga tidak lama," tegas Kamaruddin dilansir dari kemenag.gi.id, Sabtu (16/10/2021).

Kendati begitu, lanjutnya, Kemenag telah menerbitkan Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Musala. 

Instruksi bernomor No Kep/D/101/1978 tersebut diterbitkan seiring meluasnya penggunaan pengeras suara oleh masjid/langgar/musala di seluruh Indonesia, baik untuk azan, ikamah, membaca ayat Alquran, membaca doa, peringatan hari besar Islam, dan lainnya. 

Kamaruddin mengakui selain menimbulkan kegairahan beragama dan menambah syiar kehidupan keagamaan pada sebagian lingkungan masyarakat, suara azan juga kadang menimbulkan ekses rasa tidak simpati disebabkan pemakaiannya yang kurang memenuhi syarat. Karena itu, penggunaannya harus diatur.

"Agar penggunaan pengeras suara oleh masjid/langgar/mushalla lebih mencapai sasaran dan menimbulkan daya tarik untuk beribadah kepada Allah, saat itu, tahun 1978, dianggap perlu mengeluarkan tuntunan pengeras suara untuk dipedomani oleh para pengurus masjid/langgar/mushala di seluruh Indonesia," jelas Kamaruddin.

"Saya menilai aturan ini masih relevan untuk diterapkan," tegasnya.

Baca Juga: Azan Disorot Media Asing, Begini Aturan Lengkap Penggunaan Suara Masjid dari Kemenag

Instruksi yang dimaksud Kamaruddin, antara lain mengatur tentang penggunaan pengeras suara ke luar dan ke dalam. 

Kata dia, kumandang azan menggunakan pengeras suara ke luar. Sebab, ini merupakan panggilan. Sedang kegiatan salat, kuliah atau pengajian dan semacamnya menggunakan pengeras suara ke dalam.

"Jadi dalam instruksi yang usianya lebih 40 tahun ini sudah diatur, kapan menggunakan pengeras suara ke luar, kapan ke dalam," paparnya.

Sebelumnya, isu pengeras suara masjid atau suara azan kembali disorot lantaran media asal Prancis, Agence France-Presse (AFP), membuat liputan tentang suara azan di negeri religius Indonesia yang dianggap justru menganggu beberapa orang.

Dalam liputan itu disebutkan, seorang muslimah bernama Rina—nama, tempat tinggal dirahasiakan AFP—disebut mengidap anxiety disorder (kecemasan) hingga ia tidak bisa tidur, mual dan sulit makan karena suara azan di dekat rumahnya.

Suara itu kerap muncul pada dinihari, waktu seharusnya untuk istirahat. Namun, Rina tidak berani untuk sekadar mengeluh ke pengurus.

Liputan itu juga menjelaskan tentang bagaimana di Indonesia, negeri berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia yang dinilai bagus soal toleransi beragama, tapi untuk urusan pengeras suara dan masjid yang begitu mereka hormati, justru menimbulkan banyak ketidaknyamanan.

AFP juga menyebutkan keluhan mulai banyak, termasuk di media sosial, tapi tampaknya tidak terlalu signifikan berdampak. Apalagi ada kejadian kasus Meiliana di Tanjung Balai pada 2018 lalu.

Baca Juga: Apakah Azan Harus Bersuara Lantang? Begini Penjelasannya

Merespons hal itu, Kamaruddin menegaskan bahwa sebenarnya penggunaan pengeras suara untuk mengumandangkan azan telah diatur sejak puluhan tahun lalu, dan itu masih relevan.

Kata Kamaruddin, pada bagian akhir instruksi tersebut, ditegaskan bahwa ketentuan pengaturan azan berlaku pada masjid, langgar dan musala di perkotaan yang masyarakatnya cenderung majemuk dan heterogen. 

Sementara pada masyarakat pedesaan yang cenderung homogen, bisa berjalan seperti biasa.

"Sesuai dengan kesepakatan di daerahnya," tandasnya.

Lebih rinci, berikut Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushala:

Aturan Penggunaan Pengeras Suara:

  1. Pengeras suara luar digunakan untuk azan sebagai penanda waktu salat
  2. Pengeras suara dalam digunakan untuk doa dengan syarat tidak meninggikan suara
  3. Mengutamakan suara yang merdu dan fasih serta tidak meninggikan suara

1. Waktu Subuh

  • Sebelum waktu subuh dapat dilakukan kegiatan dengan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini untuk pembacaan ayat suci Al-Qur'an. 
  • Kegiatan pembacaan Al-Qur'an dapat menggunakan pengeras suara ke luar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tak mengganggu orang yang sedang beribadah dalam masjid.
  • Azan waktu subuh dilakukan menggunakan pengeras suara ke luar
  • Salat subuh, kuliah subuh dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jamaah) dan hanya ditujukan ke dalam saja.

2. Waktu Zuhur dan Jumat

  • Lima menit menjelang Zuhur dan 15 menit menjelang waktu Zuhur dan Jumat supaya diisi bacaan Al-Qur'an yang ditujukan ke luar.
  • Demikian juga suara Azan bilamana telah tiba waktunya.
  • Bacaan salat, doa, pengumuman, khutbah dan lain-lain menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam.

3. Waktu Asar, Magrib, dan Isya

  • Lima menit sebelum azan pada waktunya, dianjurkan membaca Al-Qur'an.
  • Pada waktu datang waktu salat, dilakukan azan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam.
  • Sesudah azan, sebagaimana lain-lain waktu, hanya ke dalam.

4. Takbir, Tarhim, dan Ramadan

  • Takbir Idulfitri, Iduladha dilakukan dengan pengeras suara ke luar. Pada Idulfitri dilakukan malam 1 Syawal dan hari 1 Syawal. Pada Iduladha dilakukan 4 hari berturut-turut sejak malam 10 Dzulhijjah.
  • Tarhim yang berupa doa menggunakan pengeras suara ke dalam. Tarhim zikir tidak menggunakan pengeras suara.
  • Pada bulan Ramadan sebagaimana pada siang hari dan malam biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan Al-Qur'an yang ditujukan ke dalam, seperti tadarus dan lain-lain.
  • Upacara hari besar Islam dan Pengajian

Kamaruddin menambahkan, tablig pada hari besar Islam atau pengajian harus disampaikan oleh muballig dengan memperhatikan kondisi dan keadaan jemaah.

Karena itu, tablig/pengajian hanya menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam, dan tidak untuk ke luar karena tidak diketahui reaksi pendengarnya atau lebih sering menimbulkan gangguan bagi yang istirahat daripada didengarkan sungguh-sungguh.

Baca Juga: Azan Disorot Media Asing, Muhammadiyah: Kalau Dikumandangkan Sempurna, Insya Allah Tidak Ganggu




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x