JAKARTA, KOMPAS.TV - Memberi nama anak merupakan salah satu hal sakral dalam hidup bagi sebagian orang, termasuk masyarakat dari suku Jawa.
Masyarakat Jawa percaya dengan istilah, Asma kang Kinarya Japa yang artinya nama sebagai sebuah ungkapan doa dan harapan.
Maka dari itu, dalam tradisi masyarakat Jawa kuno, ada beberapa cara yang biasa digunakan untuk memberi nama anaknya.
Dengan melansir informasi dari berbagai sumber, berikut KOMPAS TV jelaskan cara memberi nama ala masyarakat Jawa.
Baca Juga: Berisi Doa Asmaul Husna, Ini 5 Ide Nama Anak Islami untuk Bayi Perempuan
Waktu yang dimaksud masyarakat Jawa sebagai panduan untuk memberi nama adalah waktu siang-malam, nama hari, nama dina pasaran, nama bulan, dan tak jarang pula nama tahun.
Meski terlihat begitu sederhana, bagi orang Jawa, pemberian nama anak yang demikian diharapkan dapat memudahkan mereka untuk mengingat waktu kelahiran sang buah hati.
Contoh nama-nama dalam budaya Jawa yang populer dan menjadi cerminan dari waktu tertentu antara lain, Ratri (malam), Rina (siang), Enjang (pagi), Anggara (Selasa), dan Respati (Kamis).
Selain itu, ada pula nama Wage yang berarti hari pasaran wage, Suro yang artinya bulan Suro (Muharam), Gumbreg yang merupakan nama wuku dalam kalender Jawa, dan Alip yaitu nama lain dari siklus delapan tahun atau windu.
Masyarakat Jawa nyatanya juga gemar memberi nama anaknya dengan penyebutan angka dalam bahasa daerahnya sendiri.
Seperti Eka, Eko, maupun Ika yang sering digunakan untuk nama anak pertama. Lalu, ada nama Dwi untuk anak kedua, Tri (ketiga), Catur (keempat), Panca (kelima), Sad (keenam), Sapta (ketujuh), dan seterusnya.
Tak hanya itu, bagi anak pertama dan terakhir, biasanya juga ada pilihan nama lain yang biasa digunakan, yakni Pembarep (anak pertama) dan Wuragil atau Ragil (anak terakhir).
Baca Juga: Unik! Bayi di Wonogiri Punya Nama Terdiri dari 5 Huruf Lengkap dengan Simbol Sandi Surat Jawa
Kondisi bayi saat baru lahir, oleh orang Jawa, sering dijadikan sebagai inspirasi untuk memberi nama. Sekali pun kondisi kurang baik saat lahir, nama yang diberikan tetap akan mengandung harapan yang baik.
Misalnya, Narimo yaitu nama yang menunjukan bahwa bayi yang lahir dalam keadaan kekurangan namun orang tua berusaha nrimo atau menerimanya.
Kemudian, ada juga Gangsar yang berarti lancar, jadi dapat diketahui bahwa anak tersebut dulunya lahir dengan begitu mudah tanpa ada kendala.
Selain itu, terdapat nama lain yang berkaitan dengan kondisi kelahiran seorang anak, yakni Beja yang berarti mujur serta Sugeng dan Widada yang sama-sama bermakna keselamatan.
Hingga saat ini, masih banyak orang tua yang memberikan nama untuk ananknya dengan mengambil inspirasi dari sosok atau tokoh yang diteladaninya.
Dalam kebudayaan masyarakat Jawa, tokoh pewayangan lantas menjadi salah satu sumber inspirasi dalam mencari nama untuk buah hatinya.
Sebagai contohnya, Dananjaya yang merupakan nama lain dari karakter Arjuna dalam epos Mahabarata, dan tak ketinggalan pula Wisnu yang terinspirasi dari tokoh Batara Wisnu.
Contoh lainnya, ada Ismaya yang diambil dari tokoh tertua dalam Punakawan yakni Semar, serta Mayangkara yang merujuk pada sosok Hanuman, si monyet putih dalam kisah Ramayana.
Sama seperti yang lain, masyarakat Jawa pasti ingin anaknya kelak bisa menjadi orang yang baik, sehingga nama yang diberikan pun sering berhubungan dengan sifat-sifat yang terpuji.
Harapannya, kata sifat tersebut dapat menjadi pepiling atau pengingat agar sang anak dapat mencerminkannya.
Beberapa contoh nama yang menggunakan kata sifat adalah Sabar, Asih, Nastiti (cermat), Kukuh (kuat), Jatmika (sopan), dan Darsana (teladan).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.