JAKARTA, KOMPAS.TV – Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentara, Bivitri Susanti menilai Tawaran Kapolri untuk merekrut 57 eks tegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai ASN di Polri merupakan gimmick politik.
Bivitri menyampaikan hal itu dalam acara Satu Meja The Forum KOMPAS TV, Rabu (6/10/2021), dengan tema Polri Rekrut Eks KPK, Masalah atau Solusi?.
“Kalau saya sih melihat perkembangannya, sebenarnya gimmick politik,” ucap pegiat antikkorupsi ini.
Hal itu terlepas dari diterima atau tidakya penawaran Kapolri tersebut oleh ke-57 eks pegawai KPK yang tidak lolos TWK.
Menurut Bivitri, jika melihat dari ketatanegaraan, ada fenomena yang harus diperhatikan, yakni penyampaian penawaran itu dilakukan oleh Kapolri.
Seharusnya, menurut Bivitri, presiden yang menyampaikan hal itu. Sebab, presiden bukan sekadar kepala pemerintahan, tetapi juga sebagai kepala seluruh ASN, termasuk BKN yang dipermasalahkan dalam proses ini.
“Tetapi juga, dia sudah menerima rekomendasi dari dua lembaga yang memang tugasnya memberi rekomendasi pada presiden, yaitu Ombudsman dan Komnas HAM,” ucap Bivitri lagi.
Baca Juga: 57 Eks Pegawai KPK Belum Putuskan Menerima atau Menolak Tawaran Kapolri
Yang terjadi saat ini, tutur Bivitri, seperti menggeser permasalahan awal, yakni soal pelemahan pemberantasan korupsi ke persoalan TWK dan mempersoalkan kepegawaiannya.
“Bahwa ini ada tawaran yang mungkin juga menarik untuk diperbincangkan, sehingga kita bisa terus menerus menyoal apa yang sudah terjadi sejak 2019. Saya kira, kita cuma bisa melihatnya berhenti sampai di situ.”
Masalahnya, lanjutnya, belum ada konsep yang jelas dalam peralihan status yang ditawarkan. Sehingga menimbulkan kebingungan soal tata kelola.
Dia juga mempertanyakan tata kelola pemerintahan saat ini, ketika ada sebuah tes yang dianggap sebagai suatu hal yang sangat besar terhadap sejumlah pegawai KPK, bahkan sampai muncul pernyataan bahwa mereka tidak bisa dibina lagi.
Baca Juga: Seluruh Pegawai KPK yang Dipecat Karena TWK, Resmi Bergabung dalam IM57+ Institute
Namun ternyata mereka yang dinilai tidak bisa dibina tersebut justru disambut dengan tangan terbuka oleh Polri yang notabene merupakan lembaga penegakan hukum.
“Tapi, ternyata kepolisian, sebuah lembaga penegakan hukum, dengan tangan terbuka mau menerima 57 ini. Pertanyaan besarnya adalah, TWK itu apa?”
“Jadi, di satu sisi ada kebingungan tata kelola, tapi di sisi lain saya kira makin terang bahwa TWK itu tidak berarti apa-apa karena ternyata bisa dengan mudah diombang-ambingkan,” lanjutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.