Faktor kedua adalah dinamika politik lokal. Menurut Haili, beberapa elite bermain-main politik dengan kelompok intoleran demi dukungan politik.
“Terutama saat bupati sedang sakit dan wakil bupati diangkat menjadi pelaksana tugas (Plt),” paparnya.
Baca Juga: Mengenang 10 Tahun Penyerangan Berdarah Jemaat Ahmadiyah Cikeusik Banten
Ketiga adanya kegagalan aparatur keamanan dalam mencegah terjadinya serangan dan menangani kekerasan yang dilakukan oleh penyerang di lokasi.
“Ancaman, intimidasi, dan indikasi kekerasan sebenarnya sudah mengemuka sejak jauh-jauh hari, terutama sejak awal Agustus” ungkapnya.
Karena itu, Setara Institute mendesak aparat kepolisian untuk melakukan penegakan hukum yang adil dengan menetapkan para pelaku sebagai tersangka.
Selain itu, aparat keamanan juga harus menjamin keamanan pribadi korban dari tindakan kekerasan lebih lanjut.
Setara juga mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, dan Kejaksaan Agung untuk mengambil langkah-langkah dalam mencabut SKB Pelarangan Ahmadiyah.
Menurut Setara, secara faktual, SKB tersebut telah memantik aneka peristiwa pelanggaran hak dan kekerasan terhadap Ahmadiyah.
Kemendagri dan Kemenag juga harus mengambil langkah memadai dalam merevisi peraturan bersama 2 menteri tentang Pendirian Rumah Ibadah.
“Kedua regulasi ministerial tersebut nyata-nyata bermasalah dari sisi substansi dan secara faktual telah dijadikan alasan pembenar dalam banyak peristiwa persekusi atas kelompok minoritas agama,” ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.