Lebih lanjut, Mufti menuturkan, sudah menjadi kewajiban bagi PT Kimia Farma untuk menjaga standar etik tertinggi dalam program vaksinasi berbayar individu.
Mufti merasa perlu mengingatkan soal standar etik mengingat Kimia Farma pernah mengalami kasus yang menghebohkan publik, yakni soal penggunaan alat tes antigen bekas oleh oknum.
"Jangan sampai ada lagi pihak Kimia Farma yang bermain-main mengambil keuntungan dalam penyediaan vaksin individu ini,” ujarnya.
Mufti juga meminta agar ada standar etik pelayanan yang tidak melukai rasa keadilan di masyarakat.
Ia meminta Kimia Farma jangan sampai melakukan layanan di rumah konsumen.
Baca Juga: Wakil Ketua Komisi IX Kaget, Kebijakan Vaksin Berbayar Kimia Farma Dipertanyakan
“Sesuai aturan, vaksinasi gotong royong harus di faskes. Kimia Farma jangan kemudian membuat inovasi marketing dengan model seperti homecare, rakyat akan marah kalau melihat ada vaksinasi di rumah-rumah orang kaya. Ini saya ingatkan betul," ujarnya.
Seperti diketahui, vaksin individu berbayar akan mulai disediakan oleh Kimia Farma mulai Senin (12/7/2021) besok.
Tahap awal, akan ada di 8 cabang Kimia Farma di Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Bali.
Kapasitasnya 1.700 orang per hari.
Sesuai keputusan Menteri Kesehatan, harga pembelian vaksin individu tersebut sebesar Rp321.660 per dosis dan tarif vaksinasi Rp117.910 per pelayanan.
Dengan demikian, konsumen harus membayar Rp439.570 untuk sekali suntik.
Sesuai aturan, harga tersebut sudah meliputi keuntungan perusahaan namun belum termasuk PPn.
Baca Juga: Berikut Ini 8 Klinik Kimia Farma yang Siap Melayani Vaksinasi Berbayar
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.