JAKARTA, KOMPAS.TV - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menilai pemberhentian 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) melanggar Undang-Undang KPK.
Sebab, menurut Kurnia, dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 secara administratif KPK mestinya tunduk pada lembaga eksekutif.
Baca Juga: Bola Panas Polemik Pemberhentian Pegawai KPK
Adapun Pasal 3 UU KPK itu berbunyi:
"Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun".
"Pasca perubahan UU KPK, tepatnya pada Pasal 3 itu memasukkan KPK dalam rumpun kekuasaan eksekutif," katanya dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube Sahabat ICW, Rabu (26/5/2021), seperti dikutip dari KOMPAS.com.
"Ini berimplikasi pada konteks administrasi, mestinya KPK itu tunduk pada eksekutif, dan hal itu dilanggar."
Itu sebabnya, kata Kurnia, pemberhentian 51 pegawai KPK telah melanggar UU KPK. Terlebih, Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya meminta agar hasil asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak dijadikan dasar pemberhentian pegawai.
Baca Juga: 51 Pegawai KPK Dipecat, ICW: Jokowi Sudah Tidak Dihargai Sebagai Kepala Negara
Selain UU KPK, Kurnia juga menyebut bahwa pemberhentian 51 pegawai itu juga telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kurnia menuturkan, dalam UU ASN menyatakan bahwa Presiden adalah pembina tertinggi ASN.
"Kedua, Pasal 25 UU ASN secara jelas menyebutkan bahwa Presiden adalah pembina tertinggi ASN, dan itu pun ditabrak oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Pimpinan KPK," ujarnya.
Kurnia sangat menyayangkan keputusan Pimpinan KPK yang memilih untuk memberhentikan para pegawainya.
Baca Juga: Pimpinan Komisi III DPR Minta KPK Transparan soal Pemecatan 51 Pegawai
Ia menyebut, keputusan itu sangat terburu-buru. Padahal, banyak pihak sudah mengkritik keabsahan TWK.
Juga para pegawai KPK juga sedang melakukan pelaporan ke Dewan Pengawas KPK, Ombudsman hingga Komnas HAM.
"Dorongan kita sebenarnya ada evaluasi menyeluruh dahulu atau setidaknya menunggu dari hasil penyelidikan lebih lanjut dari lembaga-lembaga tadi," kata Kurnia.
Sebagai catatan, polemik TWK menjadi perhatian publik karena dinilai ada beberapa hal yang janggal.
Baca Juga: Parameter Warna Merah untuk 51 Pegawai KPK yang Diberhentikan Dipertanyakan Akademisi UGM
Kejanggalan itu disebut tampak pada pertanyaan yang dinilai berbagai pihak mengarah pada ranah privat dan berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Selain itu, polemik semakin besar setelah hasil asesmen TWK digunakan Pimpinan KPK untuk memberhentikan 75 pegawai dari tugas dan tanggung jawabnya.
Presiden Joko Widodo dalam keterangannya pada Senin (17/5/2021) lalu, meminta agar hasil tes tidak digunakan untuk memberhentikan pegawai.
Selain itu, Jokowi juga sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam judicial review agar alih status pegawai KPK menjadi ASN tidan mengurangi hak para pegawai.
Baca Juga: Ketua Wadah Pegawai KPK Ingin Presiden Jokowi Supervisi Soal Alih Status Pegawai KPK Jadi ASN
Terbaru Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana Selasa (25/5/2021) mengumumkan 51 pegawai KPK diberhentikan karena dianggap tetap Tak Memenuhi Syarat (TMS) dalam TWK.
Sementara 24 sisanya masih diberi kesempatan untuk dapat menjadi ASN setelah mengikuti pendidikan wawasan kebangsaan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.