JAKARTA, KOMPAS.TV- Surat Keputusan (SK) penonaktifan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) langsung memantik sejumlah pihak angkat bicara.
Salah satunya Ray Rangkuti, seorang pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA).
Ia menilai, palu godam kehancuran KPK, makin keras berdentum, sangat menyedihkan dan juga menyesakkan. Terlebih hal itu muncul tepat 2 hari jelang Idulfitri, dan 10 hari jelang peringatan 23 tahun reformasi, yang dianggapnya bahwa KPK saat ini menghadapi masa paling kelam dalam sejarahnya.
Baca Juga: 75 Pegawai KPK yang Tidak Lolos TWK dan Dibebastugaskan Firli Bahuri akan Lakukan Konsolidasi
"UU direvisi untuk memaksa lembaga ini berada di bawah presiden, lalu staf yang memiliki reputasi hebat dinonaktifkan karena alasan sumir: tidak lolos ujian wawasan kebangsaan. Sumir karena tidak jelasnya kriteria wawasan kebangsaan yang dimaksud," kata Ray dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/5/2021).
Ray yang turut tergabung dalam Naruni '98 menambahkan, jika merujuk pada poin-poin pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan, hampir sulit membuat kesimpulan bahwa seseorang tidak memiliki wawasan kebangsaan.
Oleh karena itu, banyak warga masyarakat, dan ormas yang telah menyatakan agar hasil tes tersebut dibatalkan.
“Bukan saja karena sangat sumir, tapi bahkan dipandang punya kecenderungan melecehkan kaum perempuan dan memunculkan sensitifas paham keagamaan,” jelas dia.
Baca Juga: 75 Pegawai KPK Dinonaktifkan, Novel Baswedan Siap Melawan Bersama Tim Kuasa Hukum Koalisi Sipil
Melansir Tribunnews, oleh karena itu, Nurani '98 mendesak :
1. KPK harus membatalkan SK penonaktifan 75 orang staf KPK semata berdasarkan TWK dimana tes ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat. UU Revisi KPK menyebut peralihan status staf KPK bukan pemilihan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.