JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (KI), Freddy Harris menekankan, Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau Musik hanya diberlakukan bagi kegiatan komersil saja.
Freddy meminta masyarakat untuk tidak perlu khawatir akan dikenakan tarif tertentu ketika mendengarkan lagu untuk kebutuhan sehari-hari yang bukan sebagai bentuk usaha atau kegiatan yang menghasilkan keuntungan ekonomi dan berbayar.
Pengaturan Pengelolaan Hak Cipta Lagu sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2018 tentang Hak Cipta pada pasal 87, 88, 89, dan 90. PP No. 56 Tahun 2021, kemudian hanya menjadi perpanjangan yang mengatur lebih secara lebih spesifik terkait pengelolaan hak cipta.
"Tujuannya agar bisa menjadi lebih akuntabel dan transparan serta dapat dikelola perihal royalti secara lebih baik," kata Freddy saat konferensi pers terkait PP No. 56 Tahun 2021 melalui zoom pada Jumat (9/4/2021).
Baca Juga: Resmi Diteken Presiden Jokowi, Kafe hingga Radio yang Putar Lagu Ciptaan Orang Wajib Bayar Royalti
PP ini hadir untuk mengoptimalkan fungsi pengelolaan royalti hak cipta atas pemanfaatan ciptaan dan produk hak terkait di bidang lagu dan/atau musik.
Intinya, PP ini mempertegas Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/Atau Musik tentang bentuk penggunaan layanan publik bersifat komersial dalam bentuk analog dan digital.
Adapun pengelolaan royalti yang diatur dalam PP ini yaitu:
1. Hak ekonomi Pencipta atau pemegang hak cipta yang dikelola, meliputi pertunjukan ciptaan, pengumuman ciptaan dan komunikasi ciptaan.
2. Hak ekonomi Pelaku pertunjukan yang dikelola, meliputi penyiaran dan/atau komunikasi atas pertunjukkan pelaku pertunjukkan.
3. Hak ekonomi Produser fonogram yang dikelola, meliputi penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakes publik.
Pihak yang wajib membayar royalti adalah perseorangan atau badan hukum yang melakukan penggunaan lagu/musik dalam bentuk layanan publik bersifat komersial yang meliputi:
(a) Seminar dan konferensi komersial; (b) Restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek; (c) Konser musik; (d) Pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut; (e) Pameran dan bazar; (f) Bioskop; (g) Nada tunggu telepon; (h) Bank dan kantor; (i) Pertokoan; (j) Pusat rekreasi; (k) Lembaga penyiaran televisi; (l) Lembaga penyiaran radio; (m) Hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan (n) Usaha karaoke.
Besaran royalti dari jenis usaha yang berbeda akan berbeda-beda pula.
Baca Juga: Ini Besar Tarif dan Cara Bayar Royalti Musisi Berdasarkan Tempat dan Jenis Kegiatan
Freddy mengatakan, pihak pengusaha dapat langsung bernegosiasi dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai pihak yang berhak menarik royalti terkait besaran royalti tersebut.
"Pihak pengusaha yang merasa besaran nilai yang ditetapkan terlalu mahal bisa berdiskusi dengan pihak LMKN, saling negosiasi, di sini bentuknya B2B (business to business) dulu saja, baru kalau sudah mentok, pemerintah akan turun tangan," kata Freddy.
Baca Juga: Ini Besar Tarif dan Cara Bayar Royalti Musisi Berdasarkan Tempat dan Jenis Kegiatan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.