JAKARTA, KOMPAS TV - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan menolak nasionalisme vaksin Covid-19. Pasalnya, vaksin Covid-19 merupakan barang publik.
Diketahui, istilah nasionalisme vaksin merujuk pada situasi ketika suatu negara ingin mengamankan stok vaksin demi kepentingan warga negaranya sendiri.
Baca Juga: 5 Hari Setelah SP3 Kasus BLBI, Presiden Jokowi Terbitkan Keppres Buat Buru Aset
Karena itu, Jokowi menyerukan penolakan terhadap nasionalisme vaksin tersebut. Menurutnya, publik global membutuhkan vaksi saat pandemi melanda.
"Saat ini kita saksikan meningkatnya nasionalisme vaksin. Ini harus kita tolak. Kita harus mendukung vaksin multilateral,” kata Jokowi saat memberikan sambutan pada acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-10 negara-negara Developing Eight (D-8) secara virtual pada Kamis (8/4/2021).
"D-8 harus terus mendorong akses yang adil terhadap vaksin. Ketersediaan dan keterjangkauan vaksin merupakan kunci untuk keluar dari krisis."
Menurut Presiden, vaksin Covid-19 adalah barang publik global. Karena itu, dunia perlu bersatu untuk memproduksi dan mendistribusikan vaksin untuk semua.
Baca Juga: Jokowi Tegaskan Agama dan Nasionalisme Tidak Bertentangan, Justru Saling Menopang
Artinya, kata dia, kapasitas produksi vaksin justru harus digandakan dan tidak boleh ada pembatasan, baik produksi maupun distribusi vaksin.
“Di sinilah D-8 bisa berperan dalam menawarkan kapasitas produksi yang dimilikinya untuk meningkatkan produksi, mendorong akses yang sama terhadap vaksin, dan mendorong transfer teknologi,” ucap Jokowi.
Jokowi menambahkan, sejumlah negara, termasuk Indonesia, saat ini sedang mengembangkan produksi vaksin sendiri.
Oleh karenanya, D-8 mestinya membuka kerja sama pengembangan dan produksi vaksin Covid-19 ke depannya. Jokowi juga mengajak D-8 untuk berkontribusi pada pemulihan ekonomi global.
Baca Juga: Apa Strategi Pemerintah Untuk Amankan Stok Vaksin Covid-19?
Ia meyakini D-8 dapat berkontribusi besar dalam pemulihan ekonomi global dengan potensi perdagangan antarnegara anggota yang melebihi 1,5 triliun dollar AS.
“Fasilitasi perdagangan intranegara D-8 harus didorong, hambatan perdagangan harus diminimalisasi," ujar Jokowi.
"Intensifikasi intraperdagangan antarnegara anggota D-8 adalah kunci. Ini akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi."
Selain itu, Jokowi menuturkan, negara-negara D-8 harus mengembangkan teknologi digital.
Baca Juga: Fatwa MUI: Tes Swab dan Vaksinasi Covid-19 Tidak Batalkan Puasa Ramadhan
Menurut Jokowi, digitalisasi, artificial intelligence, computing power, big data, serta data analytics telah melahirkan terobosan baru dan merupakan ekonomi masa depan.
Jokowi karena itu mendorong D-8 memanfaatkan teknologi tersebut demi menyejahterakan rakyat setiap negara anggota.
Ia menyoroti keunggulan demografi yang dimiliki negara-negara D-8 yang memiliki penduduk muda sekitar 323 juta orang atau sekitar 27,3 persen.
Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk muda negara G-7 sebesar 135 juta atau sekitar 17,3 persen dari total populasi.
Baca Juga: Apa Itu Nasionalisme Vaksin yang Ditolak Presiden Jokowi?
“Investasi kepada kaum muda adalah investasi untuk masa depan. Untuk itu, inovasi harus terus ditumbuhkan, industri start-up harus terus didorong," ujarnya.
"Keunggulan D-8 sebagai negara mayoritas muslim harus dimanfaatkan. Pengembangan industri start-up berbasis syariah dapat dikembangkan."
Jokowi menambahkan, pada 2021 organisasi D-8 memasuki tahun ke-24. Di masa pandemi seperti dekarang ini, tidak ada pilihan lain selain bekerja sama.
"Dengan kebersamaan, saya meyakini D-8 akan bergerak maju dan sejahtera bersama,” ucap Jokowi.
Baca Juga: 3 Vaksin Gotong Royong di Indonesia: Sputnik V dari Rusia, Sinopharm dan CanSino dari China
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.