JAKARTA, KOMPAS.TV- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan KRL Mania menolak penghapusan tiket harian di 10 stasiun KRL di Jabodetabek. YLKI menilai, penghapusan tiket harian dalam perspektif hak-hak konsumen tidak adil, karena memberatkan konsumen.
Seperti diinformasikan PT Commuter Line Indonesia (KCI), sebagai pengelola KRL di Jabodetabek, akan mewajibkan tiket KMT (Kartu Multi Trip) di 10 stasiun di Jabodetabek per 25 Maret 2021. Yaitu: Stasiun Bojonggede, Citayam, Depok Baru, Depok, Kranji, Bekasi, Jakarta Kota, Tanang Abang, Angke, dan Parung Panjang.
Baca Juga: Usai Jokowi Resmikan KRL Yogya-Solo, Menhub: Dirancang jadi Angkutan Massal Masa Depan di Indonesia
“Sebab dengan mewajibkan KMT, maka konsumen dengan tiket harian harus mengeluarkan uang minimal Rp 30.000 untuk beli KMT. Sementara masih banyak pengguna lepas KRL, yang tidak membutuhkan KMT, karena hanya sekali-kali saja menggunakan KRL,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.TV, Senin (22/3/2021).
“Harus dipertimbangkan soal daya beli konsumen, yang hanya mampu beli tiket harian,” tambahnya.
Berdasar dari penolakan tersebut, YLKI meminta agar managemen KCI tetap memberlakukan tiket jangka pendek atau tiket harian.
“Oleh karena itu, harus ada effort dari operator untuk menyediakan uang kembalian sebagai antisipasi pengguna yang menarik sisa dana,” ujar Tulus.
Baca Juga: Resmikan KRL Yogya-Solo, Jokowi: Ini Sebuah Transportasi Massal Ramah Lingkungan
Selain itu, sambung Tulus, tidak hanya konsumen sebagai pengguna yang harus adaptif. Tapi operator pun mesti solutif dan adaptif. Bukan hanya melihat dari sisi kemudahan operator tapi mengabaikan sisi konsumen sebagai pengguna.
“Di negara-negara yang sistemnya sudah lebih baik pun, tiket eceran tetap ada. Misalnya di Singapura, untuk tiket MRT kita bisa memilih tiket jangka pendek yang berlaku beberapa hari saja. Tiket kertas, bisa diisi ulang, dan dana bisa direfund,” jelas Tulus.
Apalagi, sambung Tulus, saat ini Kartu Multi Trip dihargai Rp 30.0000 dengan harga jaminan THB 10.000.
“Mahal sekali, dibandingkan dengan harga kartu di Singapura yang hanya beberapa sen saja. Padahal harga asli Kartu Multi Trip dan THB tidak semahal itu,” ujar Tulus.
“Hal ini patut diduga KCI sengaja mendapatkan penghasilan dari jualan kartu, padahal core business nya adalah menjual jasa transportasi. Tidak etis jika menangguk pendapatan dari dengan bisnis kartu,” tambah Tulus.
Baca Juga: Selama Sepekan, 7.366 Orang Ikuti Perjalanan Uji Coba KRL Yogyakarta-Solo
Sementara itu, seorang pengguna jasa KRL Bagus Prasetyo dari stasiun Citayam untuk tujuan Tanah Abang mengatakan dirinya lebih merasa nyaman menggunakan KMT. Ia mengaku enggan untuk menghabiskan waktu membeli tiket setiap hari.
“Saya sih lebih baik top up atau pake KMT, soalnya kalau pakai kartu harian juga repot antre-antre. Sementara kita pakai KRL kan untuk tujuan mempercepat sampai ke lokasi yang kita tuju,” ujar Bagus kepada Kompas.TV.
“Lagi pula saldo kita yang ada di KMT tidak akan hilang,” tambahnya.
Berbeda dengan Bagus, Rini Susan yang menggunakan KRL dari Parung Panjang justru terbantu dengan adanya tiket harian. Menurutnya, penggunaan tiket harian sebagai penumpang KRL jauh lebih murah dan hemat. Apalagi, katanya, Ia tidak menggunakan KRL setiap hari pada saat penerapan bekerja dari rumah.
“Lebih hemat harian, kita keluarin uang secukupnya. Apalagi, pandemi seperti ini ke kantor cuma dua kali dalam seminggu. Semoga saja nggak dihapus ya,” harapnya.
Baca Juga: Mulai 20 Desember Jadwal KRL Commuterline Berubah
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.