Demonstran masih melakukan aksi pada 13 November 1998. Namun, mahasiswa dan masyarakat yang berunjuk rasa terkepung di Jalan Sudirman, Semanggi.
Aparat mengepung demonstran dari dua arah dengan kendaraan lapis baja. Aparat juga menembaki mahasiswa.
Sigit Prasetyo tewas karena tembakan aparat bersama 16 orang lainnya.
Bapak Sigit, Asih Widodo saat itu mengaku sudah mendapat firasat buruk. Ia mendapat kabar pada maghrib hari itu dari seorang pekerja Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) bahwa Sigit dirawat di sana.
Mengutip tirto.id, ia sampai di RSCM pukul 22.15 karena mesti berjalan kaki melewati area unjuk rasa. Ternyata, Sumartini sudah sampai terlebih dahulu.
Sejumlah mahasiswa memandu Asih menuju kamar mayat. Asih menemukan puteranya mengenakan jas almamater dengan lubang kecil hitam di dada, di area jantung.
Asih memeluk jasad Sigit sambil menangis, lalu memandikannya.
Setelah itu, Asih bersama keluarga korban-korban pelanggaran HAM lainnya menuntut pemerintah. Ia bahkan sempat dipukul popor tentara dalam sebuah demonstrasi sekitar setahun kematian anaknya.
Namun, sampai Sumartini meninggal, kasus Tragedi Semanggi 1 belum menemui kejelasan.
Terakhir, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat.
Baca Juga: KASUM Desak Komnas HAM Tetapkan Kasus Munir Sebagai Pelanggaran HAM Berat
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan pernyataan Sanitiar sebagai perbuatan melawan hukum pada 4 November 2020. Namun, Kejaksaan Agung masih mengajukan banding.
Ibu Martini, Ibunda Sigit, korban penembakan Semanggi I meninggal dunia setelah lama mengalami sakit berat. Hingga akhir hayatnya, negara tak penuhi haknya untuk keadilan dan kebenaran. Selamat jalan Ibu.. Al Fatihah | Foto: Pak Widodo, ayah Sigit dgn motor legendarisnya. pic.twitter.com/u3VMbNodHu
— Indria Fernida A (@indriafernida) February 10, 2021
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.