JAKARTA, KOMPAS.TV - Kapolri Jenderal Idham Aziz akan segera memasuki masa pensiun pada Januari 2021 nanti.
Meski bisa diperpanjang, tapi peluang untuk pergantian terbuka lebar.
Baca Juga: Kasus Djoko Tjandra dan Irjen Napoleon Bonaparte, ICW: KPK Harus Segera Tuntaskan! - AIMAN (Bag 5)
Tak aneh, beberapa bulan terakhir aroma pemanasan sudah terjadi.
Transparansi alias keterbukaan di level tinggi, hingga Jenderal terjerat hukuman jadi pemandangan.
Keterbukaan pertama adalah pernyataan Kapolri sendiri, Jenderal Idham Aziz yang mengatakan bahwa, meski tetap kompak, ada api dalam sekam di tingkat petinggi Polri.
Pernyataan ini disampaikan Jenderal Idham pada peringatan HUT Bhayangkara ke-74 tanggal 1 Juli 2020 lalu.
Idham menyampaikan ini terkait dengan topik pergantian pucuk pimpinan tertinggi, Kapolri.
Awalnya Idham menguraikan penilaian publik terhadap Polri yang tinggi, dan cukup menantang untuk terus dipertahankan.
Ada 82 persen publik yang memiliki persepsi Polisi berkinerja baik.
Namun sesekali, sang Jenderal menyisipkan gurauan dalam bicaranya soal bursa calon Kapolri.
"Semakin ke depan nanti itu semakin tajam itu, ini baru Juli, Agustus nanti ber, ber, ber itu sudah semakin tajam. Kalau kaya lagunya Bimbo tajam tak bertepi," canda Idham di depan para pejabat kepolisian.
"Tapi saya kira ini bukan di Polri," kata dia lagi.
"Polisi di Indonesia itu saya lihat kompak-kompak sih, tapi kayak api dalam sekam!" Cetus Idham kala itu.
Baca Juga: Kasus Suap Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte: Saya Kecewa! - AIMAN (Bag 4)
Apa yang disampaikan Idham terbukti. Pada bulan ber.. ber.. ini berbagai kejadian terjadi.
Mulai dari kasus pejabat Bareskrim Polri, yang menjerat Kepala Biro Koordinator Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Karo Korwas PPNS), Brigjen Prasetijo Utomo, soal dugaan suap hingga pembuatan surat jalan palsu untuk Djoko Tjandra.
Hingga menjerat pula Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte yang didakwa soal suap penerimaan uang untuk penghapusan Red Notice Djoko Tjandra.
Keduanya kini dalam masa persidangan atas kasusnya.
Pada awal kasus ini, yang terbuka lewat screen shot alias tangkapan layar pembicaraan antara Djoko Tjandra dan Pengacaranya Anita Kolopaking bisa tersebar, juga menjadi misteri, siapa yang bisa melakukan itu dan pula menyebarkannya?
Kasus kedua adalah perihal kerumunan simpatisan Rizieq Shihab yang berujung pada pencopotan dua Kapolda; Irjen Nana Sudjana dan Irjen Rudy Sufahriadi.
Masing- masing Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat.
Padahal keduanya adalah shining star, alias bintang di angkatannya yang punya potensi besar naik bintang tiga lalu masuk ke dalam bursa calon Kapolri.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta Pane menengarai ada perang bintang di tubuh Polri saat ini.
Ini berkaitan dengan kutub yang disebutnya sebagai "geng".
"Ada geng Solo, ada geng Pejaten, ada geng Makassar, ada geng Independen", kata Neta kepada saya, yang akan tayang di Program AIMAN di KompasTV, Senin malam.
Kepada saya Neta menjelaskan, geng Solo, terkait dengan Pejabat Polisi yang pernah bertugas di Solo, terutama saat Presiden Jokowi menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Baca Juga: Kasus Suap Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte Merasa Dikorbankan - AIMAN (Bag 3)
Lalu geng Pejaten (merujuk pada Kantor Badan Intelijen Negara), adalah Pejabat Polisi yang merupakan anak asuh Kepala BIN, Jenderal (Purn) Budi Gunawan.
Sementara geng Makassar atau Kutub Sulawesi mengacu pada Pejabat Polisi yang berasal dari daerah Sulawesi.
Dan independen, adalah Pejabat Polisi yang tidak termasuk dalam kutub mana pun.
Saya mengonfirmasi soal ini ke Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional, Kompolnas, Irjen (Purn) Benny Mamoto. Apa kata Benny?
Soal "geng" Ia tidak membantah, tapi tidak pula mengiyakan! Meski soal kelompok menjelang masa pergantian Kapolri yang baru, ia berujar kepada saya di program AIMAN.
"Apa yang disampaikan pak Kapolri ini, artinya di level bawahan, ada kelompok-kelompok yang kemudian ingin berjuang untuk menjadi pengganti beliau (Kapolri)" kata Benny.
Terlepas dari ada atau tidaknya persaingan di tubuh Jenderal Polisi menuju Tribrata Satu alias Kapolri, menjadi dinamika adalah sebuah keniscayaan.
Yang terpenting bagaimana Polri mempertahankan dan justru pula meningkatkan kepercayaan publik, dengan kelanjutan pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban yang setara serta penegakan hukum yang berkeadilan setidaknya hal yang paling diperhatikan dalam survei Litbang Kompas beberapa waktu lalu.
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.