JAKARTA, KOMPAS.TV - Bubur Suro merupakan salah satu hidangan yang kerap muncul saat perayaan Tahun Baru Islam, termasuk pada tahun ini, yaitu pada 1 Muharam 1446 Hijriah/2024 Masehi.
Bubur Suro disajikan oleh masyarakat Jawa secara turun-temurun pada 1 Sura atau Suro yang bertepatan dengan 1 Muharam.
Diketahui, Tahun Baru Islam 2024/1 Muharram 1446 Hijriah jatuh pada Senin (7/7/2024) setelah matahari terbenam.
Melansir indonesia.go.id, pada awalnya Bubur Suro dihadirkan untuk memperingati hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro, yang diterbitkan Sultan Agung.
Kalender tersebut menggabungkan antara kalender Islam atau hijriah dan sistem penanggalan Jawa.
Menurut pemerhati budaya Jawa, Arie Novan, bubur Suro merupakan lambang rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas berkah dan rezeki yang diperoleh.
Baca Juga: Peringati 1 Suro 2024, Keraton Yogyakarta Gelar Acara Mubeng Beteng, Ini Jadwal dan Tata Tertibnya
Bubur Suro terbuat dari beras yang dimasak dengan aneka bumbu dan rempah tradisional seperti santan, serai, dan daun salam sehingga rasanya lebih gurih dibandingkan bubur biasanya.
Biasanya sajian bubur Suro memiliki tampilan dan lauk yang berbeda-beda tergantung daerahnya. Ada bubur putih dan bubur merah.
Kendati demikian, sebagian besar bubur ini memiliki karakteristik yang sama, yakni disajikan bersama kuah santan kuning, tahu, orek tempe atau teri, telur, dan kacang-kacangan.
Menariknya, harus ada tujuh jenis kacang yang ada dalam sepiring bubur Suro. Selain tujuh jenis kacang, tak lupa suwiran jeruk Bali dan buah delima ditaburkan di atas sajian bubur untuk menambah rasa asam yang unik.
Seperti tujuh jenis kacang yang terdiri dari kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, kacang mede, dan beberapa kacang lainnya, yang melambangkan tujuh hari dalam satu minggu.
Menyantap bubur Suro bertabur tujuh jenis kacang merupakan doa agar selalu diberi berkah dan kelancaran dalam hidup setiap harinya.
Sementar sumber lain menyebutkan terciptanya bubur suro kala itu untuk memperingati hari di mana Nabi Nuh selamat setelah 40 hari mengarungi banjir besar yang melanda dunia saat itu, sebagaimana tertera pada kitab kuno, di antaranya Nihayatuz Zain (Syekh Nawawi Banten), Nuzhalul Majelis (Syekh Abdul Rahman Al-Usfuri), dan Jam'ul Fawaid (Syekh Daud Fatani).
Baca Juga: Rute Kirab Pusaka 1 Suro 2024 di Keraton Kasunanan Surakarta, Ini Jadwalnya
Sumber : Indonesia.go.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.