JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi menyebutkan interval puncak peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) awalnya setiap 10 tahun sekali,kini kian pendek jadi 5 tahun bahkan 3 tahun, karena perubahan cuaca yang semakin tidak menentu.
"Kalau di Jakarta itu tidak ada (intervalnya) malah, setiap tahun pasti ada kasus demam berdarah. Jadi inilah yang saya kira perlu diwaspadai," ujar Imran dalam ASEAN Dengue Day 2024 yang disiarkan di Jakarta, Kamis (27/6/2024) mengutip Kompas.com.
Mewaspadai DBD, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan penyakit ini menjadi salah satu ancaman utama kesehatan masyarakat di dunia.
Baca Juga: Cegah Demam Berdarah dengan Berantas Sarang Nyamuk
Insiden penyakit ini juga meningkat di Indonesia. Perubahan iklim yang kian tidak menentu ikut mengubah siklus penyakit DBD.
Lonjakan kasus DBD pada awal tahun 2024 dapat menjadi penanda akan terjadinya perubahan siklus peningkatan wabah DBD di Indonesia yang dalam 15 tahun terakhir (dari tahun 2007) terpantau meningkat signifikan setiap tiga tahun.
"Biasanya kasusnya naik mulai November, lalu puncaknya di bulan Februari sampai Maret. Tapi sekarang iklim sudah kacau sehingga siklus penyakit ini juga berubah," lanjut Imran.
Ia memaparkan, suhu bumi yang semakin panas membuat nyamuk lebih sering menggigit manusia. Kondisi ini diperparah dengan musim kemarau yang diselingi dengan hujan sehingga nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD makin mudah berkembang biak.
Pemerintah telah menetapkan sejumlah strategi pengendalian dan pencegahan DBD termasuk melakukan intervensi pada lingkungan, vektor, dan juga manusia.
Intervensi lingkungan bertujuan untuk membuat nyamuk tidak merasa nyaman melalui program 3M Plus. Sedangkan intervensi pada vektor atau nyamuk ditargetkan untuk membunuh larva dan nyamuk.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.