Ia mencontohkan, komitmen bersama menjadi keharusan dalam penanganan polusi udara, misalnya himbauan terkait WFH (Work from Home).
"Dalam jangka pendek, sistem WFH atau kerja hybrid jika dimungkinkan memang perlu dilakukan di kantor-kantor, baik pemerintah maupun swast. Hal ini juga dalam rangka mengurangi emisi karbon sekaligus melindungi hak atas kesehatan para karyawan maupun pegawai," tuturnya.
Dhahana juga mengungkapkan, pihaknya tengah menyiapkan sejumlah upaya agar aktivitas kantor lebih ramah terhadap lingkungan.
"Dalam rapat internal kami sempat mewacanakan skema penggunaan panel surya untuk menyokong kebutuhan listrik di kantor, juga peralihan atau peremajaan kendaraan dinas ke arah full electric maupun hybrid," katanya.
Ia pun meyakini langkah-langkah inovasi maupun inisiatif "hijau" guna menekan emisi karbon,
diperlukan untuk menjawab tantangan polusi Jakarta.
"Harapannya tentu dengan demikian kita bersama dapat melindungi kesehatan masyarakat hari ini dan generasi mendatang dari polusi udara sebagaimana yang didorong di dalam ICESCR," imbuhnya.
Sebelumnya, Kompas.tv memberitakan, kualitas udara di langit Jakarta jadi yang terburuk di dunia menurut situs IQAir.
Artinya, paling berpolusi dan tidak sehat. Pada pagi hari ini saja, Jakarta indeks kualitas udara di DKI Jakarta tercatat pada angka 155, menjadi yang paling buruk dibandingkan kota-kota besar lain di seluruh dunia.
Baca Juga: Minggu Pagi, Kualitas Udara Jakarta jadi yang Terburuk Sedunia, Paling berpolusi
Per pukul 07.41 WIB justru lebih buruk dengan kualitas indeks udara 161, yang menunjukkan bahwa udara Jakarta paling tercemar.
Sementara di urutan kedua ada Doha, Qatar dengan indeks udara 154 dan urutan ketiga, Beijing China dengan indeks kualitas udara 151.
Terkait hal tersebut, situs IQAir merekomendasikan masyarakat untuk mengenakan masker, menghidupkan penyaring udara, menutup jendela, dan hindari aktivitas luar ruangan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.