Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 241
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
MAKASSAR, KOMPAS TV - Penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh virus Corona telah menjadi bahan pemberitaan yang terus berulang-ulang disiarkan di seluruh penjuru negeri Indonesia, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Bahkan penyakit COVID-19 ini sudah dinyatakan sebagai pandemi (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pandemi berarti wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas) oleh WHO dan menjadi masalah bersama yang harus segera ditanggulangi di seluruh penjuru dunia.
Sudah menjadi sebuah kebiasaan setiap pagi, siang, maupun sore, terdengar berita dan terbaca warta mengenai pantauan jumlah penderita penyakit COVID-19, kenaikan jumlah penderita dari hari ke hari, lokasi penyebaran jumlah penderita dari satu tempat ke tempat lain, sampai kepada solusi yang ditawarkan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus Corona yang menyebabkan penyakit ini. Hal ini ditambah lagi dengan penyebaran berita melalui media sosial, mempercepat penambahan pengetahuan manusia tentang penyakit ini. Ada yang menanggapi secara positif berita ini dengan melihat dan terus berjuang menyebarkan solusi pencegahan penyakit ini, ada yang melihat dari sisi negatif melalui sorotan tentang jumlah kematian yang disebabkan oleh penyakit ini sehingga hanya menambah ketakutan semata dan berimbas pada potensi menurunnya tingkat imunitas tubuh, dan ada pula yang menyimaknya hanya sebagai berita biasa bahkan mampu membuat analisis yang kritis tentang penyakit ini. Memang, semua tergantung cara pandang seseorang dalam membaca berita tentang penyakit ini dan cara menanggapinya.
Pemerintah tidak tinggal diam dalam melihat masyarakatnya menderita akibat penyakit ini, terbukti dengan terus gencarnya sosialisasi pembiasaan pola hidup bersih dan sehat, aturan terkait pelaksanaan Work From Home meliputi belajar dari rumah, bekerja dari rumah, dan beribadah di rumah, pengeluaran kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau yang familiar kita kenal dengan istilah PSBB, sampai kepada solusi bantuan kepada masyarakat terdampak meliputi bantuan sosial tunai, bantuan langsung tunai yang bersumber dari dana desa, dan lain sebagainya.
Memang harus diakui, banyak aspek kehidupan yang terdampak akibat penyakit ini. Dimulai dari yang paling kelihatan secara jelas yaitu aspek ekonomi. Banyak terdengar di sana dan di sini pemutusan hubungan kerja dari perusahaan sehingga berdampak pada bertambahnya jumlah pengangguran di negara ini. Tidak bekerjanya para kepala keluarga ini berimbas pada menurunnya kemampuan keuangan keluarga tersebut dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, minimal dari bidang sandang, pangan, dan papan. Ya, yang terpenting dari ketiga bidang tersebut diakui adalah pangan, karena manusia tidak bisa berhenti makan, sementara sandang bisa dikenakan berulang, dan bagi yang telah memiliki tempat tinggal tidak ada masalah terkait papan. Hal ini berbeda lagi ketika dilihat dari sudut pandang seseorang yang belum memiliki tempat tinggal sendiri, semisal anak kosan ataupun kontrakan. Ada yang harus hengkang dari tempat tinggal sewaannya dan meneduh di atap rumah orang di pinggir jalan, oleh sebab ketidakmampuan mereka untuk membayar biaya sewa.
Kalau dilihat dari aspek sosial, imbas dari kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kepada masyarakat, membentuk pola kehidupan yang baru yang mau tidak mau harus dijalani oleh masyarakat, yaitu berkurangnya frekuensi tatap muka antar orang. Masyarakat Indonesia yang telah terkenal ramah dan suka berkerumun dalam jumlah banyak harus terbiasa dengan pola kehidupan ini. Untuk sementara, tidak ada lagi kekhusyukan beribadah yang dirasakan bersama-sama ketika beribadah berjamaah di rumah ibadah, tidak ada lagi canda tawa dan gurauan antar teman pekerjaan di ruangan kantor, dan tidak ada lagi riang anak-anak sekolah ketika berolahraga bersama di sekolah. Seketika semuanya berubah, dan manusia khususnya warga negara Indonesia harus cepat beradaptasi atasnya. Ya, ini memang sebuah kenyataan yang harus dijalani demi cepat selesainya masalah penyakit virus COVID-19 di negara ini.
Di antara berbagai berita negatif yang terbentuk dari kelakuan virus Corona penyebab penyakit COVID-19 ini, penulis berusaha berpikir jernih untuk melihat adakah sisi baik yang masih bisa ditemukan di tengah carut-marutnya kondisi yang sedang terjadi. Ya, ternyata ada. Berikut sepuluh dampak positif yang penulis bisa jabarkan seperti di bawah ini:
Alam semakin asri,
Kebijakan pemerintah yang mewajibkan masyarakatnya beraktivitas di dalam rumah untuk sementara waktu sungguh memberikan dampak positif bagi alam. Menurunnya jumlah kendaraan bermotor yang lalu-lalang di jalan raya berpotensi mengurangi polusi udara, oleh sebab semakin sedikitnya gas karbon yang dikeluarkan sebagai hasil emisi kendaraan bermotor. Selanjutnya, hal ini pasti akan berdampak baik pada pengurangan pemanasan global, karena karbon adalah penyumbang terbesar pemanasan di bumi ini.
Manusia diberikan waktu lebih banyak untuk semakin dekat lagi dengan keluarga;
Sesungguhnya rumah adalah keluarga, bukan hanya sekedar bangunan. Kalau selama ini kita disibukkan dengan kewajiban bekerja di kantor sehingga harus berangkat dan pulang dari rumah ke kantor (bagi masyarakat di wilayah Jabodetabek sudah merasakan bagaimana mereka menghabiskan cukup banyak waktu di perjalanan ke dan dari kantor oleh sebab kemacetan yang terjadi), dengan kebijakan bekerja dari rumah, para orang dewasa untuk sementara waktu dapat mempergunakan waktu perjalanan yang biasa mereka tempuh untuk kegiatan lain. Ya, salah satunya berkumpul dengan keluarga di rumah.
Sebagai suami, ada lebih banyak waktu bercengkerama dengan istri, sebagai ayah, ada lebih banyak waktu bercengkerama dengan anak, dan sebagai tetangga, ada lebih banyak waktu bercengkerama dengan tetangga. Tentunya, hal ini tidak lepas dari kewaspadaan kita terhadap virus Corona, dengan mematuhi protokol kesehatan yang telah dianjurkan, semisal penggunaan masker ketika di luar rumah (dalam hal ini apabila sangat diperlukan ketika bercengkerama dengan tetangga). Dalam cengkerama itu, memang suatu saat ada momen ketika istri atau suami menyebalkan dan anak merepotkan, tapi memang itulah kehidupan. Ada saatnya kita hanya bisa menarik nafas panjang melihat tingkah laku keluarga kita yang tidak seperti yang kita pikirkan, ada pula saatnya ketika kita harus berintrospeksi diri mendengar masukan dari anggota keluarga kita. Apapun kondisinya, keluargalah tempat dimana kita menghabiskan hampir sebagian besar waktu kita hidup di dunia ini, dan itulah yang paling berharga dari semuanya.
Manusia diingatkan kembali untuk menabung;
Akhir-akhir ini, sudah menjadi berita biasa yang terdengar di telinga kita, kesulitan orang-orang dalam memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Kesulitan yang terjadi oleh sebab tidak bekerjanya mereka adalah wajar, sementara kesulitan yang terjadi oleh tidak maunya mereka bekerja adalah tidak wajar, karena bekerja adalah sebuah kewajiban dalam kehidupan yang harus dikerjakan oleh semua manusia.
Ketika kecil, seruan dan anjuran untuk menabung sering sekali digaungkan, terutama ketika belajar di tingkatan TK, SD, ataupun tingkatan yang lebih tinggi berikutnya. Menabung adalah menahan sumber daya keuangan kita untuk sesuatu yang lebih penting di masa depan, yang belum terjadi saat ini. Menabung juga melatih kita untuk mengendalikan nafsu dalam perilaku konsumtif kita, sehingga kita lebih bisa menentukan prioritas mana yang perlu didanai di masa kini. Ketika masa “chaos” yang tidak diperkirakan saat ini oleh sebab virus Corona, tabungan adalah penolong yang terbaik ketika sumber daya ekonomi tidak kita dapatkan lagi karena imbas pemutusan hubungan kerja. Setidaknya untuk menyambung hidup melalui pemenuhan kebutuhan pangan, tabungan dapat menolong sebagai sumber pendanaannya. Bersyukurlah bagi mereka yang masih mempunyai tabungan di masa-masa ini.
Manusia diingatkan kembali untuk membiasakan pola hidup bersih dan sehat;
“Mencegah adalah lebih baik daripada mengobati” dan “Kebersihan adalah sebagian dari Iman”. Frasa pertama sering sekali kita dengar dan penulis yakin tidak ada telinga yang tidak familiar dengan istilah itu. Perbuatan kita dalam mencegah diri kita maupun anggota keluarga kita dari terkena penyakit dapat ditunjukkan dengan menjaga kebersihan dan pola hidup sehat, termasuk di dalamnya pola makan sehat. “Empat Sehat Lima Sempurna”, slogan makan sehat yang sangat terkenal itu, memang tidak bisa dipungkiri adalah mahal jika harus dipenuhi akhir-akhir ini. Tapi mahalnya pemenuhan empat sehat lima sempurna itu, tidak lebih mahal dari harga makanan fast food yang kita sekali makan di restoran itu. Semua kembali kepada kita, apakah kita menyayangi tubuh kita atau tidak.
Sementara untuk frasa yang kedua, sering kita temukan slogan tersebut pada papan di dekat tempat pembuangan sampah. Menjaga kebersihan adalah salah satu bentuk nyata perbuatan orang beriman. Jadi dari dulu memang agama sudah mengajarkan kita untuk membiasakan pola hidup bersih. Secara ilmiah dan kedokteran, sudah diketahui umum bahwa kegiatan menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, adalah ampuh untuk mematikan virus yang menyebabkan penyakit, dalam hal ini yang menjadi sorotan adalah virus Corona penyebab penyakit Covid-19.
Manusia diberi kesempatan untuk lebih peka dalam melihat situasi dan kondisi sekitar;
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.