Kompas TV kolom opini

Topkap Sarayi

Kompas.tv - 1 April 2025, 07:05 WIB
topkap-sarayi
Tulip merah, di kebun Istana Kopkapi, Istanbul (Sumber: Trias Kuncahyono)

***

Seperti tulip, yang ketika sedang mekar sangat dikagumi karena keindahannya. Tapi, begitu layu dibuang sebagai sampah. Sebab, bukankah, tidak ada musim dingin yang berlangsung selamanya; dan tidak ada musim semi yang melewatkan gilirannya.

Demikian pula Kesultanan Ottoman, yang pada masanya pernah sangat dikagumi, dihormati karena kekuatan dan kekuasaannya. Namun, pada akhirnya, sampai juga di terminal terakhir kekuasaannya.

Sultan ke-36 Kesultanan Ottoman, Mehmed VI, menjadi penguasa terakhir dan tidak hanya dipaksa turun takhta oleh kaum nasionalis pimpinan Mustafa Kemal Atarturk, tapi juga harus meninggalkan Turki. Akhirnya, ia meninggal di tempat pengasingannya, San Remo, Italia tahun 1926. Itu terjadi, tiga tahun setelah Republik Turki lahir dan memindahkan pusat pemerintahannya ke Ankara.

Istanbul lambang keagungan Ottoman, ditinggalkan. Kemal Atarturk tidak mau dibelenggu masa lalu. Ia menentukan sendiri masa depan Turki. Bagi Kemal Atarturk, biarlah masa lalu ada di dunia masa lalu, dan masa depan adalah dunianya. Kata pepatah, “The past is a closed door, the present is an open one, and the future is an approaching one.”

Kalau bunga tulip menjadi bagian akhir musim dingin dan awal musim semi, dan menjadi pertanda awalnya musim baru, Turki di tangan Kemal Atarturk pun menjadi penanda awal sejarah baru Turki.

Demikian juga dahulu, Kesultanan Ottoman pun menjadi penanda. Ottoman penanda berakhirnya Kekaisaran Romawi Timur, yang berpusat di Konstantinopel (Istanbul) sejak 395, pada 1453 (Sementara Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma, sejak 395 sudah berakhir 480 (476).

Padahal di masa jayanya, kekuasaan Kekaisaran Romawi secara keseluruhan meliputi wilayah-wilayah Eropa, Afrika Utara, dan Timur Tengah. Maka muncul istilah imperium sine fine, kekaisaran tanpa akhir, karena semua wilayah ada di tangannya. Tetapi, segala sesuatu di muka tidak ada yang abadi; termasuk kekuasaan!

Dan, berakhirnya Kesultanan Ottoman menjadi pertanda lahirnya Republik Turki, satu-satunya negara di dunia yang wilayahnya ada di dua benua–Asia dan Eropa. Turki, negara dengan dua wajah–Asia dan Eropa–layaknya kekuasaan yang memiliki banyak wajah, juga seperti tulip yang aneka warna….

Tulip dan kekuasaan, sama-sama indah memesona. Hanya saja, selain indah memesona, kekuasaan juga sekaligus  menggetarkan…Tremendum et Fascinosum, meminjam istilahnya, Rudolf Otto.

Tetapi, pagi itu, saya menyaksikan keelokan aneka warna tulip,  birunya langit dan air Selat Bosporus yang indah gemerlapan diterpa sinar matahari, daratan Asia, kapal-kapal yang lalu lalang di Selat Bosporus, dan begitu banyak wisatawan yang mengunjungi Topkapi Sarayi, warisan kebesaran Kesultanan Ottoman…

Dan, di luar istana saya mendengar cerita belum lama ada demonstrasi dan kerusuhan yang dipicu oleh penangkapan tokoh oposisi terkemuka Turki. Menurut kantor berita Reuters (28/3) tindakan itu telah mengirimkan gelombang kejut ke sektor swasta, yang memaksa perusahaan untuk memikirkan kembali strategi dan bertahan dalam periode ketidakpastian dan potensi ketidakstabilan ekonomi.

Meski demikian, saya masih bisa menikmati kopi turki dan kebab… di sebuah warung makan tak jauh dari Masjid Agung Hagia Sophia, yang memiliki cerita panjang dan sangat menarik dari zaman ke zaman….***

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : triaskredensialnews.com

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE



KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x