Oleh: Azis Budi Setioko, Mahasiswa Magister Prodi Pendidikan MIPA Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
Rokok mengandung sangat banyak bahan kimia berbahaya, seperti nikotin, tar, dan karbon monoksida. Nikotin bisa menyebabkan kecanduan parah, tar bersifat karsinogenik atau dapat memicu pertumbuhan sel kanker, dan karbon monoksida dapat menghambat pasokan oksigen bagi tubuh.
Dalam usia pertumbuhan, efek bahaya rokok pada remaja sangat berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental.
Perokok aktif di kalangan remaja dapat dipicu oleh berbagai faktor. Informasi dari website resmi Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa 24% remaja memulai perilaku merokok karena ingin mengetahui rasa rokok. Sedangkan 13,3% responden menyatakan mendapatkan perasaan nyaman setelah merokok dan 8% responden merasa memiliki citra dewasa serta menunjukkan kematangan dengan melakukan perilaku merokok.
Baca Juga: Dosen UI: Daya Beli Menurun, Waktu yang Tepat Naikkan Harga Rokok
Dalam temu media Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2024, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Eva Susanti menyampaikan pertumbuhan perokok aktif tak terlepas dari gencarnya industri rokok dalam memasarkan produknya di media sosial, yang merupakan media favorit kalangan remaja.
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa 56,5% responden pertama kali merokok pada usia 15-19 tahun. Ini merupakan rentang usia paling besar. Peringkat kedua ditempati oleh 18,4% responden yang pertama kali merokok pada usia 10-14 tahun.
Dua besar rentang usia ini terjadi saat responden masih berada di usia sekolah SD sampai SMA, yang seharusnya mendapatkan edukasi tentang menjaga kesehatan tubuh yang salah satunya adalah dengan tidak merokok.
Guru di sekolah, khususnya guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang di dalamnya terdapat materi tentang sistem organ tubuh, memiliki ruang lebih untuk memberikan edukasi dan pemahaman mengenai menjaga kesehatan sistem organ tubuh melalui gaya hidup sehat, khususnya dengan tidak merokok.
Menurut Ki Hajar Dewantara (1961:20), pendidikan memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Baca Juga: Soal Program Sekolah Swasta Gratis, Begini Kata Dinas Pendidikan Jakarta
Dengan tujuan pendidikan tersebut, maka peran guru sangat besar dalam membentuk pemahaman peserta didik untuk menjaga kesehatan, salah satunya dengan tidak merokok, agar mereka dapat memenuhi kebutuhan tumbuh kembangnya.
Pembelajaran IPA di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) terdapat pembahasan tentang sistem organ tubuh dan cara menjaga kesehatannya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.