Oleh: Martian Damanik, Jurnalis Kompas TV
KOMPAS.TV - Stadion Olimpiade Berlin, Jerman, yang dibangun pemerintahan Nazi tahun 1936 tujuannya bukan sekadar pertunjukan olah raga, tapi sebagai ajang propaganda memamerkan superioritas ras bangsa Arya.
Ironisnya, panggung Olimpiade Berlin justru diambil pelari Jesse Owens dari Amerika Serikat. Di tengah larangan Adolf Hitler bagi orang Yahudi dan “kulit hitam” ikut bertanding, atlet keturunan Afrika itu meraih 4 medali emas. Owens jadi atlet terbaik mengalahkan atlet kulit putih Jerman andalan Hitler dan Nazi.
Stadion ini dijadikan klub Hertha Berlin sebagai kandang atau home base. Ironisnya, klub ibu kota Jerman ini justru terdegradasi dari divisi satu Bundesliga ke divisi dua, dan musim depan pun masih belum mampu bersaing dengan klub elite Jerman.
Baca Juga: Wasit Final Euro 2024 Terungkap, Terkenal usai Rugikan Timnas Indonesia dan Usir Shin Tae-Yong
Ironi juga bagi tim nasional sepak bola Jerman, jadi tuan rumah (sejak reunifikasi Jerman) Piala Dunia 2006 dan Piala Eropa 2024, belum pernah merayakan juara atau berlaga dalam partai final di Berlin. Jerman hanya bisa jadi juara saat masih bernama Jerman Barat tahun 1974 di Munich, stadion kebanggaan FC Bayern.
Kali ini, Spanyol dan Inggris yang akan memakai stadion Berlin meraih gelar kampiun Eropa. Bagi pelatih Inggris Gareth Southgate, inilah ajang melepaskan diri dari kenangan buruk Piala Eropa 1996 sekaligus jadi manajer tim nasional Inggris pertama yang memboyong juara Piala Eropa.
Selevel dengan Sir Alf Ramsey, manajer legendaris Inggris peraih juara Piala Dunia 1966. Dosanya saat gagal jadi eksekutor penalti yang menghentikan langkah Inggris meraih mimpi “Football is Coming Home” tahun 1996 lalu akan diampuni. Kalau gagal, sudah terbayanglah wajah Alan Shearer atau Gary Lineker yang siap memberikan cemooh. Juara di Berlin secara tidak langsung juga membalas Jerman yang merebut juara di Wembley tahun 1996.
“Semua orang ingin dicintai, bukan? Jadi ketika Anda berbuat sesuatu untuk negara dan bangga menjadi orang Inggris, namun ada yang tidak yang mengakuinya, cuma bisa mengkritik saja, itu adalah hal sulit. Memberi kegembiraan kepada pendukung kami malam yang indah ini adalah sangat berarti,” ucap Southgate seperti ditulis Nick Ames dari Guardian usai kemenangan lawan Belanda.
Baca Juga: Jelang Final Euro 2024: Pertaruhan Masa Depan Gareth Southgate Pimpin Inggris
Saatnya memang mendapatkan cinta yang layak dari fans dan respek dari para seniornya. Federasi Sepak Bola Inggris memberikan garansi: apa pun hasil final lawan Spanyol, Southgate tetap dipertahankan. Prestasi Southgate selama melatih tidaklah buruk, bahkan lebih baik. Ini kali kedua dia membawa Inggris ke final Piala Eropa dan masuk semi final Piala Dunia 2018, yang bikin dia sejajar dengan pelatih Bobby Robson.
Belum juara tentu belum cukup, karena itu Shearer dan Lineker---senior Southgate di timnas---berani mencemooh penampilan dan taktik yang digunakan Inggris di awal turnamen ini. Padahal semua juga tahu, Shearer dan Lineker memang hebat saat jadi pemain, tapi belum pernah mempersembahkan gelar bagi Tiga Singa. Mereka bukan pelatih, tapi komentator.
Jawaban Southgate atas kritik dan cemooh itu adalah saat laga semifinal melawan Belanda. Tidak panik saat tertinggal, dan ide brilian memasukkan striker Ollie Watkins dan gelandang Cole Palmer menggantikan Harry Kane dan Phil Fode di menit-menit akhir. Ide yang berisiko menggantikan Kane seorang kapten dan top skor.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.