Kompas TV kolom opini

Maroko Mewakili Mimpi Afrika dan Arab

Kompas.tv - 14 Desember 2022, 07:10 WIB
maroko-mewakili-mimpi-afrika-dan-arab
Pelatih kepala Timnas Maroko, Walid Regragui, diangkat oleh para pemainnya di akhir pertandingan babak 16 besar Piala Dunia 2022 antara Maroko dan Spanyol di Stadion Education City, Al Rayyan, Qatar, Selasa, 6 Desember 2022 atau Rabu dini hari WIB. (Sumber: AP Photo/Julio Cortez)

Oleh: Trias Kuncahyono, Jurnalis dan Penulis Buku

KETIKA pada 2010, Qatar diputuskan sebagai negara penyelenggara Piala Dunia 2024, saat itulah sejarah baru ditulis.

Tidak hanya sejarah baru bagi Piala Dunia karena pertama kali digelar di negara Timur Tengah, tetapi juga bagi Timur Tengah sendiri, khususnya Qatar, yang tidak memiliki tradisi kuat dalam sepak bola, yang belum pernah lolos ke Piala Dunia.

Qatar menjadi negara Islam pertama, negara Arab pertama yang menjadi tuan rumah Piala Dunia.

Sejarah baru tidak berhenti sampai di sini. Tetapi ternyata, "beranak-pinak", melahirkan sejarah yang lebih baru lagi.

Di Qatar, juara dua kali Piala Dunia (1978 dan 1986) Argentina dikalahkan Arab Saudi; Jerman juara empat kali Piala Dunia (1954, 1974, 1990, dan 2014) lebih tragis dikalahkan Jepang dan Korsel.

Yang lebih spektakuler adalah keberhasilan Maroko. Di fase grup, Maroko menyisihkan Belgia di babak fase grup: 2-0. Lalu, Maroko menekuk salah raksasa bola Eropa, Spanyol, lewat adu penalti, 3-0.

Dengan kemenangan itu, Maroko menjadi negara Afrika pertama, setelah Ghana (2010), tembus perempat final.

Dan, yang tak kalah dahsyat lagi, Maroko menghancurkan impian tim bertabur bintang, Portugal, dengan skor 1-0.

Dengan itu, Maroko -- al-magrib, tempat matahari terbit-- mencetak sejarah gemilang: negara Afrika pertama tembus semifinal, negara Arab pertama masuk semifinal.

Maroko - al-Andalus

Kemenangan Maroko terutama atas Spanyol, negara tetangga beda benua yang dipisahkan Selat Gibraltal dan yang titik paling dekat berjarak delapan kilometer, memiliki nilai historis dan politis tinggi.

Keberhasilan Maroko menundukkan Spanyol lalu Portugal seperti telah mengajak orang untuk kembali membuka-buka lembaran sejarah lama, ketika wilayah Spanyol dan Portugal bernama Andalusia, al-Andalus.

Hal itu terjadi setelah penguasa Dinasti Almoravid atau al-Murabitun (1062-1150) --etnik Berber; Maroko sekarang ini beretnik Arab dan Berber-- kerajaan Islam yang berkuasa atas kawasan Afrika Utara menaklukkan Maroko dan menjadikan Marrakesh (1062) sebagai ibu kotanya.

Dari Maroko mereka melompati Selat Gibraltal dan menundukkan wilayah yang sekarang ini Spanyol dan Portugal.

Pada pertengahan abad ke-12, Dinasti Almoravid digantikan Dinasti Almohad atau al-Muwahhidun (1150-1269), dinasti Berber baru dari Afrika Utara.

Dinasti Almohad menjadikan Seville sebagai ibu kota mereka di al-Andalus. Tetapi, tetap mempertahankan Marrakesh sebagai pusat kekuasaan mereka di Afrika Utara.

Kekuasaan al-Andalus mulai pudar pada akhir abad ke-15. Setelah pada 1492, Raja Ferdinand II dari Aragon dan istrinya Ratu Isabella dari Castille menaklukkan Kerajaan Granada, menjadi awal berakhirnya kekuasaan Muslim di al-Andalus yang berlangsung 800 tahun.

Mereka lalu mengusir orang Arab, Berber, dan Yahudi dari Spanyol pada akhir abad tersebut (marocco world news, 19 Maret 2022).

Ingat akan catatan sejarah itu, maka setelah Maroko mengalahkan Spanyol, al-Monitor (10/12) menulis, ada yang membuat joke di Twitter dengan cuitan, "Spanyol harus mengganti namanya menjadi al-Andalus (Iberia)."

Dari sinilah kemenangan kesebelasan Maroko atas Spanyol dan Portugal, memiliki nilai selain historis, tapi juga politis yang sangat penting. Kemenangan itu memberikan semangat baru bagi, tidak hanya Maroko, tetapi juga Afrika dan Timur Tengah.

Dalam dunia sepak bola, tim-tim Afrika juga Timur Tengah, selama ini selalu dipandang sebelah mata, dianggap tim mediocre bila dibandingkan dengan tim-tim Eropa dan Amerika Latin.

Maka kemenangan itu telah menimbulkan rasa bangga yang kuat menyebar ke seluruh Timur Tengah dan Afrika Utara.

Karena itu, tidak benar ujar-ujaran yang berbunyi, "tidak ada tim kecil yang tersisa" di semifinal.

Maroko adalah tim kecil dibandingkan Spanyol, Portugal, Brasil, Jerman, Belgia, dan juga Belanda yang harus pulang lebih dahulu.

Tetapi, "yang kecil itu" sekarang menjadi yang terbesar di seluruh Afrika dan Timur Tengah. Bahkan, merupakan salah satu dari empat besar tim yang bertarung di semifinal.

Menyatukan Front

Dalam peta politik dunia, Maroko negara kerajaan yang berpenduduk 36,9 juta jiwa itu adalah salah satu sahabat (sekutu) terlama AS di Afrika Utara dan Timur Tengah; serta sekutu utama non-NATO. Sejak 1957, Maroko menjalin hubungan baik dan kerja sama dengan AS.

Sementara dalam percaturan kekuatan di Timur Tengah, Maroko berkawan baik dengan Arab Saudi. Bahkan, di tengah fluiditas yang sulit diselesaikan di kawasan itu Afrika Utara dan Timur Tengah, Maroko menjadi kartu truf Arab Saudi di Afrika Utara. Itu berarti, Maroko penting bagi Arab Saudi.

Selain lebih stabil dibandingkan Tunisia, Aljazair apalagi Libya, Maroko juga tidak memiliki hubungan baik dengan Iran. Tidak baiknya hubungan Maroko dengan Iran, juga penting bagi AS.

Menurut Al Jazeera, pada 2018, Maroko memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Dadakannya adalah adanya kolusi Hezbollah dukungan Iran dengan Front Polisario, kelompok bersenjata yang berusaha menguasai wilayah Sahara Barat yang sekarang di bawah kekuasaan Maroko. Hezbollah mengirimkan rudal SAM9, SAM11, dan Strela pada Front Polisario.

Maroko juga tidak memiliki hubungan baik dengan tetangganya, Aljazair (Carnegie Endowment for International Peace, 3/5/2022). Pada Agustus 2021, Aljazair secara sepihak memutuskan hubungan diplomatik dengan Maroko.

Sebenarnya, permusuhan dan persaingan antara kedua negara tetangga telah berlangsung lama. Namun, ketegangan semakin meningkat pada Desember 2020 ketika Maroko--salah satu penandatangan Abraham Accords --menormalisasi hubungannya dengan Israel sebagai imbalan atas pengakuan AS atas kedaulatan kerajaan atas wilayah Sahara Barat, dan sejak saat itu, Aljazair tampak semakin terisolasi secara diplomatis.

Maret ini, rezim Aljazair mengalami kekalahan baru ketika Spanyol menyatakan dukungannya terhadap rencana otonomi Maroko untuk Sahara Barat.

Namun, persoalan-persoalan atau perbedaan politik tersebut tenggelam oleh kemenangan Maroko atas Spanyol dan Portugal.

Maroko telah mengibarkan dua bendera: bendera Afrika dan Timur Tengah. Maka, kemenangan Maroko, untuk sebagian besar wilayah Afrika dan Timur Tengah, dirasakan sebagai kemenangan bagi seluruh rakyat Arab, termasuk Aljazair.

Ini menegaskan bahwa olahraga, sepak bola adalah bahasa universal. Sepak bola telah melampaui batas-batas politik, sentimen politik, kepentingan politik.

"Politik adalah urusan para politikus, tetapi rakyat hanya memiliki satu hati. Rakyat dan pemerintah 'beda entitas'," tulis Middle East Eye.

"Maroko mewakili mimpi Arab yang indah yang membuat kita semua bahagia," kata seorang pemuda di Doha kepada AFP. Apalagi kalau kemenangan itu masih berlanjut.

Maka, benar kata Presiden FIFA Gianni Infantino, "Sepak bola memiliki kekuatan untuk menyatukan orang, melampaui semua batas, melintasi semua batas."

 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x