Baca Juga: PT INERMAN dan Shanghai Electric Akan Bangun PLTS Terapung Berkapasitas 2.000 MW
Negara seperti China, India, Indonesia, dan Rusia menjadi kontributor utama peningkatan emisi ini.
Sementara beberapa negara seperti Jepang, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menurunkan emisi mereka.
Namun, pengurangan tersebut dinilai belum cukup untuk mengimbangi peningkatan emisi global.
Di tengah meningkatnya emisi global, COP29 kembali menjadi sorotan karena dinilai terlalu didominasi kepentingan industri bahan bakar fosil.
Gore mengkritik tajam penyelenggaraan COP29 di Azerbaijan, negara penghasil minyak terbesar, yang menurutnya memberikan ruang lebih besar kepada industri fosil.
“Proses negosiasi iklim ini sudah terdistorsi. Negara-negara penghasil minyak dan gas memiliki pengaruh yang terlalu besar,” kata Gore.
Kritik tersebut turut didukung oleh surat terbuka dari mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan sejumlah tokoh global lainnya yang menyerukan reformasi mendesak dalam proses negosiasi iklim.
Meskipun forum ini dikritik, COP tetap menjadi satu-satunya tempat di mana negara-negara kecil dan rentan dapat menyuarakan kepentingan mereka secara setara.
Negara-negara pulau kecil, melalui perwakilannya, Cedric Schuster, menegaskan kembali pentingnya mempertahankan target Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius.
“Kami di sini untuk mempertahankan Perjanjian Paris. Dunia tidak boleh melupakan bahwa melindungi populasi paling rentan adalah inti dari kesepakatan ini,” kata Schuster.
Baca Juga: Delegasi RI di COP29, Hashim Djojohadikusumo Pikat Pendanaan Hijau EUR 1,2 Miliar untuk Kelistrikan
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.