BAKU, KOMPAS.TV - Ketika lebih dari dua lusin pemimpin dunia berpidato di konferensi iklim tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), banyak dari mereka yang memberikan kesaksian bahwa perubahan iklim memang terjadi dan sudah merasakan dampaknya.
“Selama tahun lalu, banjir besar terjadi di Spanyol, Bosnia dan Herzegovina serta di Kroasia bagian selatan. Peristiwa ini telah menunjukkan dampak yang menghancurkan dari meningkatnya suhu,” kata Perdana Menteri Kroasia, Andrej Plenkovic.
“Mediterania merupakan salah satu wilayah yang paling rentan dan membutuhkan tindakan segera,” tambahnya.
Perdana Menteri Yunani mengatakan, Eropa dan dunia perlu lebih jujur tentang kompromi yang diperlukan untuk menjaga suhu global tetap rendah.
“Kita perlu mengajukan pertanyaan sulit tentang jalur yang berjalan sangat cepat, dengan mengorbankan daya saing kita, dan jalur yang berjalan jauh lebih lambat, tetapi memungkinkan industri kita beradaptasi dan berkembang,” katanya.
Baca Juga: Perubahan Iklim Ganggu Akurasi Pranata Mangsa dalam Pertanian Tradisional, Ini Penjelasan BMKG
Menurutnya, Yunani mengalami gelombang panas yang dahsyat pada musim panas tahun ini.
Setelah mengalami curah hujan di bawah rata-rata selama tiga tahun terakhir.
Di Yunani, kesengsaraan itu meliputi kekurangan air, danau yang mengering, dan kematian kuda liar.
Pembicara lain yang juga ikut bersaksi adalah Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif.
Ia menyatakan, negaranya telah mengalami banjir mematikan tahun ini akibat hujan monsun yang menurut para ilmuwan menjadi lebih deras akibat perubahan iklim.
Hanya dalam dua tahun, lebih dari 1.700 orang meninggal dalam banjir yang luas.
Pakistan juga menderita gelombang panas yang berbahaya, dengan ribuan orang dirawat di rumah sakit karena sengatan panas saat suhu melonjak hingga 47 derajat Celsius.
Selain itu, Perdana Menteri Bahama, Philip Edward Davis menyatakan, negaranya telah menumpuk utang yang disebabkan oleh bencana cuaca seperti Badai Dorian pada tahun 2019 dan Matthew pada tahun 2016.
Para pemimpin telah mencari bantuan dan uang dari Global Utara dan perusahaan minyak.
Baca Juga: IISF 2024: Bukti Nyata Kolaborasi Perubahan Iklim, Pertamina Tandatangani Kerja Sama Transisi Energi
Pada Rabu pagi, para menteri dan pejabat dari negara-negara Afrika menyerukan inisiatif.
Mereka ingin memajukan pembangunan hijau di benua itu dan memperkuat ketahanan terhadap peristiwa cuaca ekstrem. Mulai dari banjir hingga kekeringan di seluruh wilayah.
Banyak nama besar dari negara-negara kuat yang absen dari COP29 tahun ini.
Ironisnya, pemimpin yang tidak hadir termasuk dalam 13 negara pencemar terbesar di dunia.
Negara-negara itu bertanggung jawab atas lebih dari 70% gas yang memerangkap panas yang dipancarkan tahun lalu.
Fokus utama pembicaraan tahun ini adalah keuangan iklim, yaitu bagaimana negara-negara kaya dapat memberi kompensasi kepada negara-negara miskin atas kerusakan akibat cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.
Selain itu, juga dibicarakan tentang bagaimana cara membantu negara-negara miskin untuk membiayai transisi ekonomi dari bahan bakar fosil dan membantu mereka untuk beradaptasi.
Sumber : The Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.