KOMPAS.TV – NATO dan Pentagon mengonfirmasi bahwa sekitar 10.000 tentara Korea Utara telah tiba di Rusia dan berkumpul di wilayah perbatasan dengan Ukraina, tepatnya di Kursk.
Pasukan ini diperkirakan akan segera terlibat dalam pertempuran di garis depan, meski banyak yang menilai mereka tidak akan berbicara banyak dalam konflik yang terus berkecamuk.
Keberadaan pasukan Korea Utara ini terjadi di tengah tekanan besar yang dihadapi pasukan Rusia dalam mempertahankan wilayah yang telah direbut dari Ukraina sejak invasi dimulai pada Februari 2022.
Namun demikian, Ukraina terus mendapatkan dukungan senjata dan bantuan dari negara-negara Barat.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy meminta para sekutunya untuk tidak tinggal diam saat ancaman baru muncul di medan perang.
Menurut laporan intelijen Amerika Serikat, pasukan Korea Utara ini dilatih oleh Rusia untuk menggunakan artileri, drone, serta menjalankan operasi infanteri dasar, termasuk membersihkan parit.
Hal tersebut menunjukkan mereka kemungkinan besar akan ditempatkan di garis depan pertempuran.
Namun, para pengamat militer menilai, kontribusi pasukan Korea Utara bagi Rusia mungkin terbatas.
Sebagian besar dari tentara ini merupakan pemuda tanpa pengalaman tempur sebelumnya, serta dilatih di medan pegunungan Korea Utara yang sangat berbeda dengan dataran luas di Ukraina.
Mereka juga akan menghadapi tantangan besar dalam beradaptasi dengan peralatan tempur dan senjata baru yang disediakan oleh Rusia.
Kehadiran pasukan ini bisa meredakan tekanan bagi Rusia untuk merekrut lebih banyak warga sipilnya ke medan perang.
Terutama setelah lebih dari 500.000 tentara Rusia dilaporkan tewas atau terluka sejak perang dimulai.
Baca Juga: Adik Kim Jong Un Kecam Latihan Gabungan AS, Tegaskan Pentingnya Kekuatan Nuklir Korea Utara
Namun, bagi Korea Utara, pengiriman pasukan ini tidak hanya merupakan langkah simbolis dalam memperkuat hubungan dengan Moskwa, tetapi juga bagian dari kesepakatan yang mencakup keuntungan finansial dan kemungkinan transfer teknologi militer dari Rusia.
Menurut laporan dari Yonhap, tentara Korea Utara yang dikerahkan di dekat perbatasan Ukraina dipersenjatai dengan senjata modern, seperti mortir 60mm, senapan serbu AK-12, senapan mesin, hingga rudal anti-tank dan peralatan penglihatan malam.
Namun, meski bersenjata lengkap, para ahli meragukan kemampuan mereka untuk bertahan di medan perang yang sulit dan tidak dikenal.
Ini bukan kali pertama Korea Utara mengirimkan dukungan militer ke luar negeri.
Selama Perang Vietnam dan Perang Yom Kippur pada 1973, negara ini telah mengirimkan pilot dan penasihat militer.
Pengiriman pasukan darat dalam jumlah besar seperti ini adalah yang pertama kalinya sejak Perang Korea di awal 1950-an.
“Pengiriman pasukan ini sangat bersejarah bagi Korea Utara, yang biasanya hanya mengirim kelompok penasihat atau spesialis,” ungkap laporan dari Center for Strategic and International Studies, lembaga kajian di Amerika Serikat, dikutip dari The Guardian.
Banyak yang mengkhawatirkan kondisi fisik dan kesehatan para tentara ini.
Pada tahun 2017, seorang tentara Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan ditemukan memiliki cacing parasit besar di tubuhnya, serta menunjukkan tanda-tanda malnutrisi.
Laporan intelijen Korea Selatan juga menyebutkan, para tentara ini kemungkinan besar berasal dari keluarga yang telah dipindahkan secara rahasia ke lokasi lain untuk menjaga kerahasiaan operasi.
Meskipun bagi sebagian tentara muda ini, pengiriman ke Rusia mungkin dianggap sebagai kehormatan besar, banyak pihak yang meragukan mereka akan selamat kembali ke Korea Utara.
Baca Juga: Korea Utara Tembakkan Rudal Jelang Pilpres AS, Ketegangan Semakin Meningkat di Asia Timur
Para analis mengatakan, pasukan Korea Utara kemungkinan besar akan ditempatkan di zona pertempuran paling berbahaya, dan menjadikan mereka sebagai sasaran empuk bagi serangan Ukraina.
Bagi Kim Jong-un, pengiriman pasukan ini merupakan taruhan besar.
Jika kerugian besar diderita, dampaknya dapat merusak reputasi rezimnya, meskipun berita semacam ini mungkin tidak akan sampai ke rakyat Korea Utara akibat ketatnya kontrol media.
Laporan terakhir menyebutkan, lebih dari 1,4 juta warga Korea Utara telah mendaftar untuk bergabung dengan angkatan bersenjata, meskipun sulit untuk memverifikasi kebenaran klaim ini.
“Kim Jong-un sedang berjudi dengan masa depan pasukannya,” kata Ahn Chan-il, seorang mantan letnan Korea Utara yang kini memimpin Lembaga Studi Korea Utara di Seoul.
“Jika tidak ada kerugian besar, mungkin ia akan mendapat apa yang diinginkan. Tetapi jika banyak tentaranya tewas, situasi bisa berubah drastis,” imbuhnya.
Minggu-minggu mendatang akan menentukan apakah pasukan Korea Utara lebih dari sekadar tentara yang kurang siap, yang secara tidak sadar dijadikan tentara bayaran oleh Kim untuk memperkaya dan memperkuat rezimnya.
Sementara itu, Choi Jung-hoon, seorang mantan letnan pertama di angkatan bersenjata Korea Utara yang kini memimpin kelompok aktivis di Seoul mengatakan, hatinya "sakit" ketika melihat video yang dirilis Ukraina yang menunjukkan para tentara muda Korea Utara antre mengambil seragam militer Rusia dan peralatan mereka bulan lalu.
“Tak satu pun yang berpikir bahwa mereka akan pergi ke Rusia untuk mati,” kata Choi.
“Tapi saya rasa mereka adalah meriam manusia karena mereka akan dikirim ke lokasi-lokasi paling berbahaya. Saya yakin mereka akan terbunuh," ucapnya.
Baca Juga: Korea Utara Tolak Kecaman PBB Soal Peluncuran ICBM, Adik Kim Jong Un Sebut Sikap Guterres Memihak
Sumber : The Guardian
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.