SEOUL, KOMPAS.TV – Korea Utara kembali meluncurkan beberapa rudal balistik jarak pendek ke laut timurnya pada Selasa (5/11/2024), hanya beberapa jam sebelum pemilihan presiden Amerika Serikat. Langkah tersebut semakin meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea, di tengah kekhawatiran akan provokasi lebih lanjut dari Pyongyang.
Menurut laporan dari Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, rudal-rudal itu ditembakkan dari pantai timur Korea Utara, meski belum ada rincian lebih lanjut mengenai jumlah atau jarak tempuhnya.
Kementerian Pertahanan Jepang mengonfirmasi bahwa rudal tersebut diyakini telah jatuh di laut, tanpa menimbulkan kerusakan apapun.
Dilansir dari The Associated Press, peluncuran rudal ini terjadi hanya beberapa hari setelah pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, memantau langsung uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) terbaru yang diklaim mampu menjangkau daratan Amerika Serikat.
Sebagai respons atas uji coba itu, Amerika Serikat mengerahkan pesawat pembom strategis B-1B dalam latihan gabungan dengan Korea Selatan dan Jepang pada Minggu lalu.
Langkah AS ini mengundang kecaman dari Kim Yo Jong, adik perempuan Kim Jong Un. Dalam pernyataannya, ia menuduh AS dan sekutunya melakukan ancaman militer yang agresif dan berbahaya, yang dianggap sebagai pemicu ketegangan di kawasan.
Pihak militer Korea Selatan sebelumnya telah memperingatkan bahwa Korea Utara kemungkinan akan meningkatkan demonstrasi militer mereka menjelang pemilihan presiden AS.
Hal itu diyakini sebagai upaya untuk menarik perhatian Washington dan meningkatkan posisi negosiasi Pyongyang setelah pemilu.
Sejumlah pengamat memperkirakan bahwa Kim Jong Un lebih menginginkan kemenangan kandidat dari Partai Republik, Donald Trump, yang pernah terlibat dalam diplomasi nuklir dengan Korea Utara pada 2018-2019.
Baca Juga: Adik Kim Jong-Un Hujat Sekjen PBB Antonio Guterres yang Kecam Uji Coba Rudal Korea Utara
Trump bahkan sempat membanggakan hubungan pribadinya dengan Kim selama kampanye, sementara kandidat dari Partai Demokrat, Kamala Harris, menegaskan sikap tegasnya untuk tidak “bersekongkol dengan tiran seperti Kim Jong Un.”
Meski Korea Utara mengeklaim bahwa rudal Hwasong-19 yang diuji coba pada 31 Oktober lalu merupakan “rudal balistik antarbenua terkuat di dunia”, sejumlah pakar meragukan efektivitas rudal tersebut dalam situasi perang.
Para ahli menilai bahwa Korea Utara masih belum menguasai teknologi kunci yang dibutuhkan untuk membangun ICBM yang berfungsi penuh, seperti kemampuan warhead untuk bertahan saat kembali memasuki atmosfer bumi.
Ketegangan di Semenanjung Korea kini berada pada titik tertinggi dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan ekspansi program nuklir dan rudal Korea Utara.
Selain itu, Pyongyang diduga telah menyediakan persenjataan dan pasukan untuk membantu Rusia dalam perang di Ukraina.
Berdasarkan laporan intelijen AS, Korea Selatan, dan Ukraina, Korea Utara diperkirakan telah mengirimkan antara 10.000 hingga 12.000 pasukan ke Rusia.
Jika pasukan tersebut terlibat dalam pertempuran melawan Ukraina, itu akan menjadi keterlibatan pertama Korea Utara dalam konflik besar sejak berakhirnya Perang Korea pada 1953.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Matthew Miller, mengatakan pada Senin (4/11/2024) bahwa sebanyak 10.000 tentara Korea Utara saat ini berada di wilayah Kursk, Rusia, dekat perbatasan Ukraina, dan diperkirakan akan segera bergabung dalam pertempuran.
Di tengah meningkatnya kerja sama militer antara Korea Utara dan Rusia, kekhawatiran juga muncul terkait potensi transfer teknologi rudal atau nuklir dari Moskow ke Pyongyang.
Baca Juga: Intelijen Inggris Yakin Tentara Korea Utara Kesulitan Bantu Perang Rusia, Ungkap Hambatannya
Setelah pertemuan di Seoul pada Senin kemarin, Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Cho Tae-yul, dan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai ancaman ini.
Mereka memperingatkan bahwa transfer semacam itu akan merusak upaya internasional untuk mencegah proliferasi nuklir dan membahayakan perdamaian serta stabilitas di Semenanjung Korea dan seluruh dunia.
Sebagai tanggapan atas ancaman yang semakin nyata dari Korea Utara, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang terus memperkuat latihan militer gabungan mereka.
Langkah ini juga diiringi dengan pembaruan strategi pencegahan nuklir, termasuk pengintegrasian aset strategis AS di kawasan.
Sebelumnya, dalam pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin, Duta Besar Korea Utara, Kim Song, membela program nuklir dan rudal balistik negaranya.
Ia menegaskan bahwa pengembangan senjata nuklir Korea Utara adalah tindakan yang sah untuk mempertahankan diri dari ancaman nuklir yang dianggap berasal dari Amerika Serikat.
Sementara itu, Wakil Duta Besar AS, Robert Wood, menegaskan bahwa Washington tidak akan tinggal diam di tengah ancaman yang semakin meningkat dari program nuklir Korea Utara.
Wood juga mengulangi tuntutan agar Rusia menjelaskan apakah pasukan Korea Utara benar-benar hadir di Rusia.
Namun, Wakil Duta Besar Rusia, Anna Evstigneeva, menolak menjawab pertanyaan AS, dengan menyatakan bahwa Dewan Keamanan bukan tempat untuk interogasi.
Baca Juga: Tiba di Kursk, Tentara Korea Utara Disebut Langsung Dihajar Tembakan Pasukan Ukraina
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.