KOLOMBO, KOMPAS TV — Presiden baru Sri Lanka, Anura Kumara Dissanayake mengumumkan segera melanjutkan pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan para kreditor asing guna mencari jalan keluar dari krisis ekonomi terburuk dalam sejarah negaranya.
Langkah ini diharapkan mempercepat proses restrukturisasi utang dan membuka jalan untuk dana yang sangat dibutuhkan oleh Sri Lanka.
"Kami berencana membahas restrukturisasi utang dengan pihak terkait dan menyelesaikan prosesnya secepat mungkin untuk mendapatkan dana," ujar Dissanayake dalam pidatonya, Rabu (25/9/2024).
Setelah memenangkan pemilihan presiden pada Sabtu pekan lalu, rencana pemulihan ekonomi yang disusun oleh presiden liberal sebelumnya, Ranil Wickremesinghe, dipertanyakan kelanjutannya.
Dissanayake, yang dikenal sebagai seorang Marxis berkomitmen merundingkan kembali perjanjian bailout dengan IMF yang disepakati oleh Wickremesinghe, terutama terkait langkah-langkah penghematan yang dinilai memberatkan rakyat miskin.
Sebelumnya, Sri Lanka menyatakan diri bangkrut atau default pada 2022 setelah gagal membayar utang domestik dan luar negeri yang mencapai sekitar $83 miliar atau sekitar Rp1,245 triliun.
Baca Juga: Presiden Baru Sri Lanka Langsung Bubarkan Parlemen dan Umumkan Pemilu untuk Konsolidasikan Mandatnya
Krisis tersebut disebabkan oleh krisis devisa yang parah, yang menyebabkan kelangkaan bahan pokok seperti makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan gas masak, serta pemadaman listrik yang berkepanjangan.
Namun, Wickremesinghe memperingatkan setiap perubahan terhadap dasar-dasar perjanjian IMF dapat memperlambat pencairan dana tranche keempat hampir sebesar $3 miliar atau sekitar Rp 45 triliun dari paket IMF, yang sangat krusial untuk stabilitas ekonomi.
Beberapa hari sebelum pemilihan, pemerintahan Wickremesinghe juga menyetujui secara prinsip rencana restrukturisasi utang luar negeri Sri Lanka.
Meskipun Dissanayake berkampanye dengan janji-janji melakukan perubahan, ia menunjukkan tanda-tanda bahwa ia mungkin akan melanjutkan kesepakatan dengan IMF tanpa banyak perubahan.
Hal ini terlihat dari keputusannya untuk mempertahankan Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan, dua tokoh yang berada di garis depan dalam pelaksanaan program reformasi ekonomi.
Krisis ekonomi yang mengguncang Sri Lanka juga memicu krisis politik yang memaksa Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mengundurkan diri tahun 2022.
Setelah itu, parlemen memilih Wickremesinghe, yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri untuk menggantikan Rajapaksa.
Di bawah kepemimpinan Wickremesinghe, ekonomi mulai stabil. Inflasi menurun, mata uang lokal menguat, dan cadangan devisa meningkat.
Namun, kemenangan Dissanayake dalam pemilu menunjukkan bahwa rakyat masih menyalahkan generasi pemimpin lama atas krisis yang terjadi. Sehingga menolak kepemimpinan lama yang dianggap gagal menyelesaikan masalah ekonomi Sri Lanka.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.