MOSKOW, KOMPAS TV – Setelah tiga minggu pertempuran, Rusia terlihat kewalahan dan lambat mengusir pasukan Ukraina yang menyerbu dan menduduki wilayah Kursk. Respons Rusia yang lambat dan loyo terhadap pendudukan pertama wilayahnya sejak Perang Dunia II dipandang media Barat sebagai mengejutkan.
Kesulitan ini, menurut Associated Press, hari Kamis, 29/8/2024, terkait kekurangan personel tempur dan prioritas Rusia yang terbagi.
Dengan sebagian besar kekuatan militernya terfokus pada ofensif di dalam wilayah Ukraina, Kremlin tampaknya kekurangan cadangan pasukan untuk mengusir pasukan Kiev dari wilayah Kursk.
Presiden Vladimir Putin tampaknya tidak menganggap serangan ini sebagai ancaman yang cukup serius untuk menarik pasukan dari wilayah Donbas di Ukraina timur, yang menjadi target prioritasnya.
Baca Juga: Ukraina Klaim Kuasai 100 Permukiman di Kursk, Rusia Kalah di Wilayah Sendiri?
Prioritas Putin
Beberapa bulan setelah meluncurkan serangan besar-besaran pada tahun 2022, Putin menurut Associated Press secara ilegal menganeksasi wilayah Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson sebagai bagian dari wilayah Rusia, dan penguasaan penuh atas wilayah ini menjadi prioritas utama.
Pada Juni, Putin menyatakan bahwa Kiev harus menarik pasukannya dari wilayah-wilayah tersebut sebagai syarat untuk pembicaraan damai, sebuah tuntutan yang ditolak oleh Ukraina.
“Dalam mengerahkan pasukan untuk menghadapi serangan Ukraina, Rusia melakukan segala upaya untuk menghindari menarik unit-unit dari ofensifnya di Donbas,” kata Nigel Gould-Davies dari International Institute of Strategic Studies (IISS). “Rusia saat ini menilai mereka dapat menahan ancaman di wilayahnya sendiri tanpa mengorbankan tujuan terpentingnya di Ukraina.”
Meskipun pasukan Ukraina memasuki Kursk pada 6 Agustus, pasukan Rusia terus melakukan serangan lambat di sekitar kota strategis Pokrovsk dan bagian lain wilayah Donetsk.
“Rusia sangat bertekad melanjutkan serangan ke arah Pokrovsk dan tidak mengalihkan sumber daya dari Pokrovsk ke Kursk,” kata Nico Lange, peneliti senior di Center for European Policy Analysis yang berbasis di Washington.
Berbeda dengan Pokrovsk, di mana pasukan Ukraina membangun benteng yang kuat, bagian lain dari Donetsk yang masih berada di bawah kendali Ukraina kurang terlindungi dan bisa lebih rentan terhadap serangan Rusia jika Pokrovsk jatuh.
Dalam pertemuan yang disiarkan televisi dengan para pejabat, Putin menggambarkan serangan di Kursk sebagai upaya Kiev untuk memperlambat kampanye Rusia di Donetsk. Dia mengatakan kemajuan Rusia di sana semakin cepat meskipun terjadi peristiwa di Kursk.
Untuk menekan Ukraina memenuhi tuntutannya, Rusia juga meluncurkan serangkaian serangan jarak jauh yang terus menerus ke jaringan listrik Ukraina. Serangan Senin lalu terhadap fasilitas energi adalah salah satu yang terbesar dan paling merusak dalam perang ini, melibatkan lebih dari 200 rudal dan drone yang menyebabkan pemadaman listrik besar-besaran.
Serangan ini menyoroti kelemahan dalam pertahanan udara Ukraina yang terpecah antara melindungi pasukan di garis depan dan infrastruktur.
Baca Juga: Putin Tutup Pintu Dialog, Tuding Serangan Ukraina ke Kursk Sengaja Sasar Warga Sipil
Meremehkan Serangan di Kursk
Fokus pada penaklukan empat wilayah Ukraina, Putin berusaha untuk tidak memberikan perhatian besar pada serangan Kyiv di Kursk.
“Alih-alih menggerakkan rakyat melawan ancaman terhadap tanah air, Kremlin berusaha mengecilkan arti serangan ini,” kata Gould-Davies dari IISS yang berbasis di London.
Menghadapi kenyataan pendudukan wilayah Rusia, mesin propaganda negara berusaha mengalihkan perhatian dari kegagalan militer yang jelas dengan memfokuskan pada upaya pemerintah untuk membantu lebih dari 130.000 penduduk yang terlantar dari rumah mereka.
Media yang dikendalikan negara menggambarkan serangan di Kursk sebagai bukti niat agresif Kiev dan lebih lanjut menegaskan bahwa Rusia dibenarkan untuk menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022.
Tatiana Stanovaya, peneliti senior di Carnegie Russia Eurasia Center, mencatat meskipun banyak penduduk Kursk mungkin marah kepada Kremlin, sentimen secara keseluruhan di seluruh negeri kemungkinan justru mendukung pihak berwenang.
“Meski ini jelas merupakan pukulan bagi reputasi Kremlin, kecil kemungkinannya akan memicu peningkatan ketidakpuasan sosial atau politik yang signifikan di kalangan masyarakat,” katanya. “Serangan Ukraina mungkin justru memicu semangat nasionalisme dan peningkatan sentimen anti-Ukraina dan anti-Barat.”
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.