CAPE TOWN, KOMPAS.TV - Republik Demokratik Kongo (DRC) melaporkan lebih dari 1.000 kasus mpox baru dalam sepekan terakhir hingga Selasa (20/8/2024).
Otoritas kesehatan di negara-negara Afrika pun mendesak penyediaan vaksin yang sangat dibutuhkan untuk memerangi mpox yang kasusnya terus meningkat di benua ini.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan wabah mpox di Afrika sebagai darurat global.
Mpox, yang termasuk dalam keluarga virus yang sama dengan cacar, menyebabkan gejala lebih ringan seperti demam, menggigil, dan nyeri tubuh.
Penyakit ini sebagian besar menyebar melalui kontak kulit-ke-kulit, termasuk hubungan seksual. Pada kasus yang lebih parah, penderita dapat mengalami lesi pada wajah, tangan, dada, dan alat kelamin.
Baca Juga: Swedia Laporkan Kasus Mpox Clade 1b Pertama di Luar Afrika, Pasien Sempat Kunjungi Benua Itu
Mpox telah dilaporkan di 12 dari 54 negara Afrika, namun Kongo mencatat jumlah kasus terbanyak tahun ini.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (Africa CDC), dari total 18.910 kasus yang tercatat di Afrika pada 2024, 94 persen atau 17.794 di antaranya terjadi di Kongo. Sebanyak 535 dari 541 kematian akibat mpox juga terjadi di Kongo.
Angka ini berkemungkinan besar belum mencerminkan seluruh kasus sebenarnya, karena hanya sekitar satu dari lima kasus yang dicurigai di Kongo, diuji untuk memastikan infeksi mpox.
Direktur Jenderal Africa CDC Dr. Jean Kaseya menyatakan banyak negara di Afrika hanya punya kemampuan pengujian dan pengawasan yang terbatas.
Baca Juga: Waduh, Filipina Deteksi Kasus Mpox atau Cacar Monyet Pertama Tahun Ini
Dalam tujuh hari terakhir, Kongo mencatat 1.030 dari 1.405 kasus baru mpox di Afrika, menurut statistik yang diberikan oleh Africa CDC pada Selasa malam.
Hanya 16 persen kasus yang telah dikonfirmasi melalui tes virus, tetapi infeksi tersebut memenuhi definisi penyakit yang ditetapkan Africa CDC.
Peningkatan jumlah kasus mpox di Afrika dan penemuan varian baru virus di Kongo, yang berpotensi lebih mudah menular, mendorong WHO untuk mendeklarasikan keadaan darurat kesehatan global pekan lalu.
Beberapa pihak berharap deklarasi ini dapat mendorong donor internasional untuk menyediakan vaksin dan bantuan lainnya guna menekan wabah di Afrika sebelum menyebar ke negara lain, seperti yang terjadi di Swedia, yang mencatat kasus varian baru mpox yang pertama kali muncul di timur Kongo.
Sebelumnya, WHO mengatakan upayanya untuk mengumpulkan donasi bagi penanganan mpox, gagal.
Baca Juga: Palang Merah Tingkatkan Respons terhadap Lonjakan Kasus Mpox di Afrika
Africa CDC menerima janji 215.000 dosis vaksin mpox dari Uni Eropa dan produsen vaksin Bavarian Nordic, yang akan tiba dalam beberapa hari ke depan.
Badan bantuan Amerika Serikat juga mendonasikan 50.000 dosis vaksin serupa ke Kongo. Jepang juga telah menyumbangkan sejumlah dosis ke Kongo.
Namun, Afrika berkemungkinan membutuhkan jauh lebih banyak. Menteri Kesehatan Kongo menyatakan negaranya saja memerlukan 3 juta dosis vaksin untuk mengakhiri wabah tersebut, yang telah menyebar ke setidaknya empat negara Afrika lainnya.
Pada 2022, wabah mpox global di lebih dari 70 negara berhasil dikendalikan dalam beberapa bulan dengan vaksin dan perawatan yang tersedia di negara-negara kaya. Namun, hampir tidak ada dosis yang sampai ke Afrika.
Baca Juga: WHO Nyatakan Darurat Kesehatan Global Baru: Apa Itu Mpox, di Mana Terjadi, dan Cara Mencegah
Penyakit ini telah menyebar tanpa banyak diketahui di Nigeria dan tempat-tempat lain sebelum menjadi perhatian internasional. Sejak itu, virus terus menyebar di Kongo, dengan upaya penanggulangan yang masih minim.
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengkritik respons global terhadap wabah pada 2022.
Ia menyebutnya sebagai sesuatu yang tidak adil karena perawatan dan vaksin hanya tersedia di negara-negara Barat yang kaya, sementara Afrika hanya mendapat sedikit dukungan.
Dalam pernyataannya, ia mendesak komunitas internasional untuk menjamin "akses yang adil" terhadap diagnosis dan vaksin mpox kali ini.
Komentar Ramaphosa tersebut mengingatkan kembali kemarahan Afrika saat tidak mendapatkan akses vaksin selama pandemi Covid-19.
Baca Juga: WHO Kembali Nyatakan Wabah Mpox sebagai Darurat Kesehatan Global
Saat itu, benua Afrika menerima dosis vaksin jauh lebih lambat daripada negara-negara kaya dan harus membayar lebih mahal dalam beberapa kasus.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa pekan lalu merekomendasikan agar para pelancong yang mengunjungi wilayah yang terdampak mpox, memeriksakan diri untuk memastikan apakah mereka memenuhi syarat untuk divaksinasi.
Hal itu dinilai dapat meningkatkan permintaan terhadap suntikan vaksin mpox.
Kaseya mengatakan mpox kini "tumbuh dan menyebar" sedangkan negara-negara menunggu dosis vaksin.
Meski Kongo menjadi perhatian utama, ia juga mencatat jumlah kasus di Burundi, negara tetangga, telah meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 572 kasus dalam seminggu.
Kaseya meminta "solidaritas" komunitas internasional dalam menghadapi mpox dan khususnya mendesak agar tidak ada larangan perjalanan seperti Covid-19 yang diberlakukan pada negara-negara Afrika yang akan mengisolasi mereka karena penyakit ini tidak semudah itu menular.
"Jangan hukum Afrika," katanya.
"Kami butuh dukungan yang tepat. Vaksin ini mahal."
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.