NEW YORK, KOMPAS.TV - Suara setuju melintasi koridor Dewan Keamanan PBB Senin, (25/3/2024) di New York, Amerika Serikat (AS). Keputusan bersejarah telah diambil.
Dengan perbandingan suara 14 setuju, 0 menolak dan 1 abstain, yaitu AS, resolusi yang menuntut gencatan senjata segera Israel di Gaza selama bulan suci Ramadan akhirnya disahkan.
Namun, ada satu hal yang membedakan resolusi ini dari yang sebelumnya: Amerika Serikat, negara adidaya yang biasanya menekan tombol veto, memilih untuk abstain.
Sorotan utama resolusi adalah tuntutan gencatan senjata di bulan suci Ramadan, pembebasan segera tawanan tanpa syarat, dan kebutuhan memperluas aliran bantuan ke wilayah Gaza yang terluka parah.
Duta besar AS di Dewan Keamanan PBB, Linda Thomas-Greenfield menyampaikan resolusi ini adalah dukungan terhadap upaya diplomatik yang dipimpin oleh AS, Qatar, dan Mesir untuk mencapai gencatan senjata yang berkelanjutan dan memastikan pembebasan semua tawanan, serta membantu meredakan penderitaan warga Palestina di Gaza.
"Amerika Serikat sepenuhnya mendukung tujuan kritis ini," ujar Linda Thomas-Greenfield.
"Sebenarnya, itu adalah dasar dari resolusi yang kami ajukan minggu lalu, namun diveto Rusia dan Cina."
Namun, pertanyaan yang mengemuka adalah mengapa AS memilih untuk abstain daripada menggunakan hak veto, yang biasanya mereka gunakan untuk melindungi kepentingan dan posisi mereka.
Thomas-Greenfield memberikan jawaban tegas. Dia menuduh Hamas, kelompok perlawanan Palestina di Gaza sebagai penghambat perdamaian. Menurutnya, gencatan senjata bisa tercapai berbulan-bulan yang lalu jika Hamas bersedia melepaskan tawanan, namun kelompok tersebut dipandang AS lebih memilih untuk menghambat proses perdamaian.
"Sudah seharusnya gencatan senjata dapat terjadi 'bulan yang lalu' jika Hamas bersedia melepaskan tawanan," ujarnya, menegaskan keputusan AS untuk abstain pada resolusi tersebut.
Baca Juga: AS Berhenti Veto Resolusi Gencatan Senjata, Israel Marah dan Batalkan Kunjungan ke Gedung Putih
Sementara resolusi ini menandai perubahan sikap AS yang sebelumnya selalu berpihak pada Israel, kritik juga muncul terhadap bahasa yang digunakan dalam resolusi.
Meskipun masih mengaitkan gencatan senjata dengan pembebasan tawanan, bahasa yang digunakan tidak sekuat resolusi sebelumnya. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa AS mungkin sedang mencari pendekatan yang lebih seimbang dalam konflik yang sudah berkecamuk lama ini.
Sementara itu, di Gaza, penderitaan rakyat semakin menjadi-jadi. Lebih dari 32.000 jiwa telah kehilangan nyawa, dan lebih dari 74.000 lainnya terluka.
Bantuan internasional menjadi semakin mendesak, dengan lebih dari 2,3 juta penduduk Gaza mengalami ketidakpastian pangan, sementara kelaparan mengancam di wilayah utara yang sangat terkena dampak.
Pemungutan suara Dewan Keamanan PBB mencerminkan pergeseran dinamika dalam konflik Gaza.
Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Akhirnya Sahkan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, AS Tak Gunakan Hak Veto
Amerika Serikat sebelumnya telah menggunakan hak veto tiga resolusi yang menuntut gencatan senjata di Gaza, yang terbaru adalah usulan yang didukung oleh Arab pada 20 Februari. Resolusi tersebut didukung oleh 13 anggota dewan dengan satu abstain, mencerminkan dukungan yang sangat besar untuk gencatan senjata.
Rusia dan Cina memveto resolusi yang disponsori AS pada akhir Oktober yang meminta jeda dalam pertempuran untuk memberikan bantuan, perlindungan bagi warga sipil, dan menghentikan pengiriman senjata kepada Hamas. Mereka mengatakan bahwa hal itu tidak mencerminkan panggilan global untuk gencatan senjata.
Mereka sekali lagi memveto resolusi AS hari Jumat lalu, menyebutnya ambigu dan mengatakan bahasa didalamnya tidak menegaskan tuntutan langsung kepada Israel untuk mengakhiri pertempuran yang banyak dituntut oleh dunia.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.