WASHINGTON, KOMPAS.TV - Amerika Serikat dan Irak segera memulai pembicaraan guna mengakhiri kehadiran dan misi koalisi militer yang dipimpin oleh AS di Irak, seperti diumumkan kedua pemerintahan hari Kamis, (25/1/2024).
Pengumuman ini muncul di tengah makin gencarnya serangan terhadap pasukan AS di Irak oleh milisi yang didukung oleh Iran, meskipun AS menyatakan jangka waktu pembicaraan tidak terkait dengan serangan-serangan tersebut.
Sejak pecahnya perang Israel-Hamas pada 7 Oktober, milisi tersebut menyerang instalasi militer Amerika di Irak lebih dari 60 kali dan lebih dari 90 kali di Suriah, menggunakan berbagai jenis pesawat tanpa awak, roket, mortir, dan rudal balistik.
Pada hari Sabtu, Kataib Hezbollah melancarkan serangan paling serius tahun ini, menembakkan beberapa rudal balistik ke Pangkalan Udara al-Asad, pangkalan udara besar di barat Irak di mana pasukan AS melatih pasukan keamanan Irak dan sekarang berkoordinasi untuk melawan ISIS.
AS merespons hari Selasa, menyerang tiga lokasi milisi Iran dan membunuh beberapa anggota milisi, sehingga memicu protes yang menuntut pasukan AS meninggalkan wilayah tersebut.
Situasi ini menyoroti risiko AS terlibat dalam konflik lebih luas di Irak dan sekitarnya, karena kemarahan atas pengeboman Israel ke Gaza dan dukungan AS terhadap Israel memicu serangan oleh proxy Iran.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pembicaraan antara AS dan Irak adalah bagian dari komisi militer tinggi yang disepakati musim panas lalu, sebelum perang. Pembicaraan tersebut akan berfokus pada "transisi ke kemitraan keamanan bilateral yang berkelanjutan" antara kedua negara tersebut.
Faksi yang terkait dengan Iran di Irak kemungkinan akan mengklaim sebagai kemenangan dalam mengakhiri misi yang dipimpin AS ini.
Seorang pejabat pertahanan AS yang berbicara dengan syarat anonimitas untuk memberikan rincian tambahan tentang komisi tersebut mengatakan AS dan Irak telah "membahas ini selama berbulan-bulan dan 'momennya' tidak terkait dengan serangan-serangan baru-baru ini." AS akan tetap memiliki "hak penuh untuk membela diri" selama pembicaraan, katanya.
Baca Juga: Intelijen AS Perkirakan Israel Hanya Mampu Membunuh Sekitar 30% Pasukan Hamas dalam Perang di Gaza
Kementerian Luar Negeri Irak dalam sebuah pernyataan menyatakan Baghdad akan "membuat jadwal yang spesifik dan jelas soal durasi kehadiran penasehat koalisi internasional di Irak" dan untuk "memulai pengurangan bertahap dan disengaja dari penasehatnya di tanah Irak," yang pada akhirnya akan mengarah pada akhir misi koalisi dan "beralih ke hubungan politik dan ekonomi bilateral yang komprehensif dengan negara-negara koalisi."
Pemerintah Irak menyatakan Irak berkomitmen untuk memastikan "keamanan penasehat koalisi internasional selama periode negosiasi di seluruh bagian negeri" dan untuk "menjaga stabilitas dan mencegah eskalasi."
Pejabat Irak selama bertahun-tahun menyerukan penarikan pasukan koalisi, terutama setelah serangan udara AS bulan Januari 2020 yang menewaskan Jenderal Iran Qassem Soleimani dan pemimpin milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis di luar bandara Baghdad.
AS memimpin koalisi multinasional di Irak, tetapi belum jelas konsekuensi hasil pembicaraan dengan negara lain yang tergabung dalam koalisi.
Sumber : Associated Press / Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.