Israel berada dalam tekanan internasional atas skala kehancuran di Gaza.
Bahkan Presiden AS Joe Biden, yang merupakan sekutu terbesarnya menuduh Israel melakukan pengeboman sembarangan di Gaza.
Namun, Israel membela diri dan berargumen bahwa amunisi berat itu sangat perlu untuk menghancurkan Hamas.
Mereka juga mengeklaim bahwa Israel melakukan segalanya untuk meminimalisir korban warga sipil.
Meski begitu, menurut para ahli bom seberat 2.000 pon biasanya jarang digunakan oleh militer Barat, karena potensi dampaknya terhadap wilayah padat penduduk seperti di Gaza.
Hukum kemanusiaan internasional melarang pengeboman tanpa pandang bulu.
Mantan analis intelijen pertahanan AS dan mantan penyelidik kejahatan perang PBB, Marc Garlasco, mengatakan kepadatan pemboman Israel pada bulan pertama di Gaza, dan tak pernah terlihat lagi sejak perang Vietnam.
Baca Juga: Pasukan Prancis Terakhir Tinggalkan Niger saat Kawasan Sahel Afrika Hapus Pengaruh Bekas Penjajahnya
“Anda harus mundur ke Perang Vitenam untuk membuat perbandingan,” kata Galasco.
“Bahkan dalam kedua perang Irak, tak pernah sepadat itu,” ujarnya.
Amunisi berat, yang sebagian besar diproduksi oleh AS itu dapat menyebabkan banyak korban jiwa.
Selain itu juga memiliki radius fragmentasi yang mematikan, atau area yang rentan terhadap cedera atau kematian di sekitar sasaran, hingga 365 meter atau setara 58 lapangan sepak bola.
Sumber : CNN
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.