YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Fenomena gelombang panas terjadi di berbagai belahan bumi utara dan menimbulkan korban pada Juli 2023. Pada tahun ini, gelombang panas tercatat terjadi di berbagai titik di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Utara sejak bulan April.
Gelombang panas juga menyebabkan kebakaran hutan hebat yang melanda berbagai negara, di antaranya adalah Yunani dan Aljazair.
Organisasi World Weather Attribution melaporkan, kematian terkait gelombang panas sepanjang 2023 tercatat di Amerika Serikat (AS), Meksiko, Spanyol, Aljazair, Siprus, Yunani, dan China.
Di Meksiko, lebih dari 200 orang tercatat meninggal dunia karena cuaca panas beberapa bulan belakangan. Sedangkan di Aljazair, puluhan tewas karena kebakaran hutan belakangan ini.
Baca Juga: Gelombang Panas Mencatat Rekor, Warga Miskin AS Menderita Tanpa AC
Para peneliti meningatkan bahwa kematian terkait gelombang panas rawan tak tercatat. Dampak dari gelombang panas umumnya baru diketahui hingga berbulan-bulan usai kejadian.
Contohnya, pada awal Juli lalu, para ahli baru mempublikasikan data kematian terkait gelombang panas antara Mei-September 2022. Hasilnya, di Eropa, terdapat 61.672 tewas karena kondisi terkait cuaca panas ekstrem.
Selain menimbulkan kebakaran, cuaca panas ekstrem juga diasosiasikan dengan berbagai macam penyakit dan kondisi medis. Kondisi-kondisi ini baru bisa diketahui setelah data-data yang diperlukan terkumpul.
Para ilmuwan dari World Weather Attribution sendiri telah berkolaborasi mengukur data dan fakta gelombang panas di Amerika Utara, Eropa Selatan, dan China belakangan ini. Berikut hasilnya.
Ribuan orang diperkirakan meninggal dunia terkait gelombang panas setiap tahun. Namun, dampak gelombang panas yang sepenuhnya jarang diketahui hingga berpekan-pekan atau berbulan bulan setelah peristiwa.
Pasalnya, ilmuwan perlu menganalisis data-data, termasuk sertifikat kematian, yang diterbitkan. Pencatatan ini pun menemui tantangan di tempat dengan prosedur pencatatan kematian terkait cuaca panas yang kurang baik.
Sesuai dengan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), World Weather Attribution menyimpulkan bahwa gelombang panas kini bukan sesuatu yang jarang.
Gelombang panas yang tercatat di Amerika Utara, Eropa, dan China frekuensinya makin sering beberapa tahun belakangan. Gelombang panas yang memecahkan rekor seperti yang terjadi selama 2023 diprediksi terjadi sekali tiap 15 tahun di AS/Meksiko, sekali tiap 10 tahun di Eropa Selatan, dan sekali tiap 5 tahun di China.
Apabila perubahan iklim tidak pernah terjadi, gelombang panas diperkirakan menjadi fenomena yang sangat langka. Di China, misalnya, tanpa perubahan iklim, ilmuwan memperkirakan gelombang panas hanya terjadi sekali tiap 250 tahun.
Selain frekuensi gelombang panas, cuaca ekstrem belakangan ini juga dilaporkan semakin panas karena perubahan iklim. Rata-rata temperatur yang tercatat lebih panas dibanding proyeksi temperatur tanpa perubahan iklim, yakni 2,5 derajat Celsius lebih panas di Eropa selatan, 2 derajat Celsius lebih panas di Amerika Utara, dan sekitar 1 derajat Celsius lebih panas di China.
Gelombang panas seperti yang terjadi pada 2023 diperkirakan akan terjadi 2-5 tahun sekali jika Bumi memanas hingga dua derajat Celsius dibanding masa pra-industri. Dunia pun disebut perlu segera memangkas penggunaan bahan bakar fosil untuk mencegah merebaknya gelombang panas
Rencana aksi terkait gelombang panas yang diterapkan di AS/Meksiko, Eropa Selatan, dan China disebut terkait dengan penurunan risiko mortalitas. Rencana aksi terkait gelombang panas pun perlu dipercepat dan diperluas seringin meningkatnya pengaruh perubahan iklim, penuaan populasi, dan meningkatnya urbanisasi.
Baca Juga: Negaranya Dilanda Kebakaran Hebat, PM Yunani: Krisis Iklim Sudah Tiba, Bencana Lebih Besar Menanti
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.