“Namun sekarang insentifnya menjadi lebih beragam, dengan yang paling penting adalah Korea Utara tak memiliki harapan dan masa depan,” tambahnya.
Kim mengatakan bahwa pada beberapa tahun ini, pembelotan dari Diplomat Korea Utara semakin banyak di Eropa dan bagian dunia lain.
Menurutnya, pembelotan para elit tersebut seharusnya membuat Kim Jong-un khawatir.
Menurutnya, fenomena tersebut menjadi sinyal beratnya masalah rezim Korea Utara yang bersikeras meluncurkan rudal uji coba, dan mengambil tindakan provokatif, bahkan ketika negara berada dalam kesulitan selama Covid-19,” ucapnya.
“Selama tinggal di luar negeri selama tujuh hingga delapan tahun, mereka tahu semua yang perlu diketahui. Pulang seperti menghabiskan seumur hidup dengan keluarga mereka di penjara,” ujarnya.
Ia mengatakan banyak mantan koleganya yang harus bergumul dengan pikirannya untuk pergi membelot.
Baca Juga: Rezim Kim Jong-Un Yakin Bos Wagner Yevgeny Prigozhin akan Kalah, Bukti Dukungan Korea Utara ke Putin
“Saya harap mereka tidak ragu-ragu dan ikut berkontribusi memfasilitasi reunifikasi (Utara dan Selatan), dan masa depan yang lebih baik bagi Korea Utara,” tambahnya.
Kim sendiri sebelumnya bekerja pada operasi perbankan Korea Utara di Singapura untuk mengelola dana gelap, yang diketahui sebagai “Pendanaan Revolusi” untuk pemimpin saat itu, Kim Jong-il.
Kim memutuskan terbang dengan keluarganya ke Korea Selatan pada 2003, saat dipanggil pulang atas adanya kecurigaan kebocotan informasi rezim ke negara asing.
Kini Kim memimpin Pusat Hak Asasi Manusia Korea Utara di Institut Strategi Keamanan Nasional (INSS).
Sumber : Focus Taiwan
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.