BAGHDAD, KOMPAS.TV - Warga yang berunjuk rasa di Irak berhasil menyerbu kedutaan Swedia di Baghdad, Kamis (29/6/2023), mengaku murka dengan pembakaran Al-Qur'an di luar sebuah masjid di Stockholm yang memicu kecaman di seluruh dunia Muslim.
Sebuah kerumunan pendukung pemimpin agama Syi'ah yang berapi-api, Moqtada Sadr, berada di dalam kompleks tersebut selama sekitar 15 menit, kemudian pergi setelah pasukan keamanan dikerahkan, seperti yang dilaporkan oleh Straits Times, Jumat (30/6/2023).
"Tata konstitusi kami adalah Al-Qur'an," demikian bunyi pesan di selebaran yang dibawa oleh para demonstran, dan pesan yang disemprotkan di gerbang kompleks tersebut bertuliskan "Ya, ya untuk Al-Qur'an".
Protes ini terjadi sehari setelah seorang warga Irak yang tinggal di Swedia, Salwan Momika, 37 tahun, menginjak-injak Al-Qur'an dan membakar beberapa halamannya di depan masjid terbesar di ibu kota Stockholm.
Polisi Swedia memberinya izin sesuai dengan perlindungan kebebasan berbicara, namun pihak berwenang kemudian mengatakan mereka membuka penyelidikan atas "provokasi" tersebut.
Pembakaran Al-Qur'an ini, yang bersamaan dengan dimulainya perayaan Iduladha dan berakhirnya ibadah haji tahunan di Makkah, Arab Saudi, memicu kemarahan di seluruh Timur Tengah dan di luar wilayah tersebut.
Kementerian Luar Negeri Irak mengutuk keputusan Swedia yang memberikan izin kepada "kelompok ekstremis" untuk membakar Al-Qur'an dan menyatakan tindakan semacam itu "membakar perasaan umat Muslim di seluruh dunia dan merupakan provokasi berbahaya".
Baca Juga: Putin Dapat Hadiah Al-Quran saat Iduladha dari Muslim Dagestan, Ungkap Keagungannya
Pada hari Kamis (29/6/2023), Amerika Serikat mendesak agar tetap tenang dan melindungi fasilitas diplomatik.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan kepada wartawan bahwa Washington "sangat prihatin atas tindakan" pembakaran Al-Qur'an yang menurutnya dapat mengancam minoritas agama di Swedia, tetapi mendukung keputusan untuk mengizinkan demonstrasi tersebut.
"Izin yang diberikan... bukanlah dukungan terhadap tindakan demonstrasi," kata Miller.
Arab Saudi, yang menjadi tuan rumah bagi sekitar 1,8 juta jemaah haji, mengutuk pembakaran Al-Qur'an tersebut, dengan Kementerian Luar Negeri menyebutnya sebagai bagian dari "serangan kebencian dan serangan berulang" terhadap Islam.
Organisasi Kerjasama Islam yang terdiri dari 57 anggota negara mengatakan mereka akan mengadakan "pertemuan darurat" untuk membahas situasi tersebut.
Seorang pejabat OKI mengatakan pembicaraan tersebut kemungkinan besar akan diadakan pada hari Minggu di pelabuhan Laut Merah Saudi, Jeddah.
Iran juga ikut mengutuk tindakan tersebut, dengan Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian menyebut pembakaran Al-Qur'an sebagai "penghinaan" terhadap "sakralitas keagamaan".
Baca Juga: Swedia Akhirnya Larang Demonstrasi dengan Membakar Al-Quran, Ternyata Langka Terjadi
"Menganggap perilaku-perilaku ini sebagai kebebasan dan demokrasi hanya akan mendorong terorisme dan ekstremisme," peringatannya dalam sebuah cuitan.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga mengutuk Swedia karena memperbolehkan adanya protes tersebut, yang semakin meragukan kemungkinan negara Nordik tersebut untuk segera bergabung dengan NATO.
"Akhirnya, kami akan mengajari orang-orang Barat yang sombong bahwa menghina umat Muslim bukanlah kebebasan berpikir," kata Erdogan dalam pidato di televisi.
"Kami akan menunjukkan reaksi kami dengan cara yang paling tegas, sampai kemenangan yang tegas terhadap organisasi-organisasi teroris dan Islamophobia tercapai."
Mesir menyebut pembakaran Al-Qur'an tersebut sebagai "tindakan memalukan yang memprovokasi perasaan umat Muslim" ketika mereka sedang merayakan Iduladha. Sementara Liga Arab yang berbasis di Kairo menyebutnya sebagai "serangan terhadap inti keyakinan kita dalam agama Islam".
Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab mengatakan mereka memanggil duta besar Swedia dan menekankan Swedia mengabaikan tanggung jawab internasionalnya dan menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap nilai-nilai sosial.
Kuwait mengatakan para pelaku "tindakan musuh" harus diadili dan "dicegah untuk menggunakan prinsip kebebasan sebagai kelicikan untuk membenarkan permusuhan terhadap Islam atau agama suci manapun".
Baca Juga: Dituding Menghasut, Akhirnya Rasmus Paludan Pembakar Quran Bakal Ditangkap Kepolisian Swedia
Bahrain mengatakan "menghina agama menciptakan kebencian, ekstremisme, dan kekerasan", sementara Kementerian Luar Negeri Libya mengatakan tindakan tersebut "bertentangan dengan upaya internasional untuk memperkuat toleransi dan moderasi".
Di negara tetangga Tunisia, Kementerian Luar Negeri mengutuk "kejahatan yang menjijikkan", sementara Maroko memanggil pejabat kedutaan Swedia di Rabat dan memanggil pulang duta besarnya atas "provokasi-provokasi berulang ini, yang dilakukan di bawah pandangan acuh tak acuh pemerintah Swedia".
Kementerian Luar Negeri Palestina mengutuk "serangan yang terang-terangan terhadap hak asasi manusia, nilai-nilai toleransi, penerimaan terhadap orang lain, demokrasi, dan kehidupan yang damai".
Suriah mengecam tindakan "memalukan" tersebut, sementara gerakan Hezbollah yang didukung Iran di negara tetangga Lebanon mengatakan bahwa pihak berwenang Swedia "terlibat dalam kejahatan tersebut".
Di tempat yang lebih jauh, Kementerian Luar Negeri Pakistan mengatakan bahwa mereka mengutuk dengan tegas tindakan yang keji. Sementara Perdana Menteri Shehbaz Sharif mengatakan bahwa dirinya "merasa jijik dan terkejut" dengan pembakaran Al-Qur'an di depan masjid.
"Saya tidak punya kata-kata yang cukup untuk mengutuk tindakan anti-Islam ini, yang jelas dimaksudkan untuk melukai perasaan umat Muslim di seluruh dunia," ujar Sharif.
Pemerintah Taliban di Afghanistan, yang menerapkan interpretasi ketat dari hukum Islam, juga merespons dengan marah, menyebut pembakaran Al-Qur'an sebagai tindakan "penghinaan mutlak terhadap agama mulia ini".
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.