Pasukan militer Rusia mengadakan latihan bersama dengan Belarus dalam beberapa minggu sebelum serangan Rusia ke Ukraina. Hal ini memungkinkan Rusia mengangkut peralatan dan pasukan ke wilayah Belarus yang dekat dengan perbatasan Ukraina.
Sekitar 30.000 tentara Rusia mungkin berada di Belarus saat itu, menjadikannya penumpukan militer terbesar di sana sejak Perang Dingin, menurut Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.
Pasukan-pasukan tersebut tetap berada di Belarus setelah latihan selesai, dan banyak dari mereka ikut serta dalam serangan ke Ukraina.
Beberapa hari setelah perang dimulai, Belarus mencabut status netralnya, memberikan perlindungan hukum bagi kehadiran pasukan dan senjata Rusia di wilayahnya.
Pada Maret tahun ini, Putin mengatakan Rusia akan menempatkan senjata nuklir taktis di Belarus, sambil tetap mengendalikan senjata tersebut. Tiga bulan kemudian, ia mengatakan senjata nuklir pertama telah diserahkan.
Sebagai informasi, Belarus dan dua republik bekas Uni Soviet lainnya, Ukraina dan Kazakhstan, sepakat pada tahun 1994 untuk menyerahkan senjata nuklir yang berada di wilayah mereka kepada Rusia sebagai imbalan jaminan keamanan.
Rusia juga mengirimkan rudal balistik jarak pendek Iskander, yang mampu membawa hulu ledak nuklir, dan sistem pertahanan udara S-400. Mereka juga menempatkan pesawat tempur MiG yang mampu membawa senjata hipersonik di negara tersebut.
Baca Juga: Presiden Lukashenko: Senjata Nuklir Rusia Tiba dan Siap Pakai di Belarusia Beberapa Hari ke Depan
Untuk menghukum pemerintah Minsk atas keterlibatannya dalam konflik ini, Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS) mengencangkan sanksi yang diberlakukan setelah represi pasca-pemilihan oleh Lukashenko.
Uni Eropa memblokir ekspor barang dan teknologi yang dapat digunakan oleh militer Belarus.
Sanksi keuangan yang diberlakukan oleh AS dan Inggris terhadap Rusia setelah serangan ke Ukraina juga diterapkan pada Belarus, sementara Uni Eropa menargetkan individu-individu Belarus yang membantu upaya perang Rusia.
Anggota Uni Eropa, Polandia dan Lituania, yang menawarkan perlindungan bagi tokoh oposisi dari Belarus, menuduh Lukashenko membalas dengan mengalihkan ribuan imigran, banyak dari Timur Tengah, melintasi perbatasan mereka.
Baca Juga: Putin Telah Tempatkan Senjata Nuklir Rusia di Belarusia, AS: Tak Ada Indikasi akan Serang Ukraina
Sanksi-sanksi Barat menguji model ekonomi yang mapan di Belarus, yang didasarkan pada ekspor bahan bakar yang dihasilkan dari impor minyak Rusia dan penjualan pupuk kalium ke pasar utama seperti China, India, dan Brasil.
Namun, sanksi-sanksi tersebut tidak cukup untuk membuat Lukashenko, yang berkuasa sejak pemilihan presiden pertama Belarus sebagai negara republik independen pada tahun 1994, berpikir ulang tentang aliansinya dengan Putin.
Ada demonstrasi protes yang kembali terjadi ketika Lukashenko membiarkan pasukan Rusia membanjiri Ukraina.
Setidaknya 1.500 orang ditangkap dalam sebulan pertama perang, sementara beberapa aktivis bawah tanah mulai merusak infrastruktur rel, mengganggu beberapa pengiriman militer Rusia.
Namun, pemimpin berusia 68 tahun tersebut tetap memegang kendali kekuasaannya.
Sumber : Bloomberg / Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.