MINSK, KOMPAS.TV - Pemimpin Ukraina hampir saja menandatangani perjanjian damai dengan Rusia dan siap menyelesaikan konflik, namun akhirnya menyerah karena tekanan dari Amerika Serikat.
Hal itu diungkap Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Nikolay Patrushev, seperti yang dilaporkan TASS, Kamis (8/6/2023).
"Jika bukan karena tekanan Amerika Serikat terhadap mereka yang dipasang sebagai pemimpin di Ukraina, situasi ini tidak akan terjadi. Bahkan pemimpin Ukraina sendiri siap menandatangani perjanjian perdamaian dan memberikan proposal tertulis kepada Rusia yang pada prinsipnya kami setujui," ujar Patrushev
Patrushev mengacu pada perundingan antara delegasi Rusia dan Ukraina di Turki Maret tahun 2022.
Namun, seperti yang disampaikan oleh Patrushev, "Di pagi hari, mereka (anggota delegasi Ukraina) memberikan (proposal tersebut) kepada kami selama negosiasi, dan pada malam hari mereka mengatakan: 'Tidak, kami menariknya kembali'."
"Hal ini terjadi hanya karena Amerika Serikat memberikan tekanan kepada mereka dan mengatakan negosiasi tidak boleh dilakukan," tutur Sekretaris Dewan Keamanan Rusia.
Seperti yang ditunjukkan oleh Patrushev, "Ada pihak-pihak yang berkepentingan dalam konflik ini," terutama Amerika Serikat dan Inggris.
Baca Juga: Kisruh Perundingan Damai Rusia dan Ukraina, Inilah Masalah Utama dan Duduk Perkaranya
Perundingan pertama antara Rusia dan Ukraina setelah Rusia meluncurkan operasi militer khusus di Ukraina dilangsungkan di Belarus pada awal Maret 2022, namun tidak menghasilkan kesepakatan yang konkret.
Putaran negosiasi baru dilakukan di Istanbul pada 29 Maret 2022, setelahnya Kepala Delegasi Rusia, Penasihat Presiden Vladimir Medinsky, mengumumkan bahwa Moskow untuk pertamakalinya menerima prinsip-prinsip Ukraina mengenai kemungkinan kesepakatan di masa depan secara tertulis, yang mengamanatkan, antara lain, status Ukraina yang netral dan nonblok serta penolakan Ukraina untuk menggelar pasukan dan persenjataan asing, termasuk senjata nuklir di wilayahnya.
Rusia kemudian menarik pasukannya dari wilayah Kiev dan Chernigov. Namun, perundingan penyelesaian damai sepenuhnya terhenti setelah itu dan, seperti yang dikatakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, Kiev menarik diri dari kesepakatan yang dicapai di Istanbul.
Pada bulan Oktober tahun lalu, Presiden Ukraina Vladimir Zelensky mengesahkan keputusan Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional negaranya yang melarang semua negosiasi dengan Putin.
Baca Juga: Ukraina Tangguhkan Perundingan Damai, Rusia Salahkan AS, Kenapa?
Apa saja yang jadi masalah utama perundingan tahun 2022 di Istanbul?
Wilayah
Wilayah adalah bagian terberat dari perundingan karena menyangkut kedaulatan dan integritas teritorial. Rusia memasukkan Krimea menjadi wilayah Federasi Rusia pada 2014 berdasarkan referendum rakyat Krimea di tahun yang sama. Barat saat ini menyebutnya dengan terminologi 'pencaplokan'.
Selain itu, pada 21 Februari lalu, Rusia resmi mengakui dua wilayah pemberontak yang didukung Rusia di Ukraina timur sebagai negara merdeka. Dua wilayah itu adalah Donetsk dan Lugansk.
Sejak invasi pada 24 Februari 2022, pasukan Rusia menguasai sebagian besar wilayah di sisi selatan Ukraina di utara Krimea, wilayah di sekitar Donetsk dan Lugansk, dan wilayah di timur serta barat Kiev.
Rusia juga menguasai setidaknya 170.000 km persegi wilayah lain dari Ukraina, setara luas wilayah Tunisia atau negara bagian North Dakota di Amerika Serikat.
Ukraina menegaskan tidak akan pernah mengakui kendali Rusia atas Krimea, kemerdekaan wilayah pemberontak yang didukung Rusia di Donetsk dan Lugansk, atau wilayah tambahan yang luas yang diambil oleh Rusia.
Netralitas
Rusia mengatakan ingin Ukraina menjadi negara netral, yaitu tidak memihak atau menjadi anggota blok militer manapun.
Kepala perunding Rusia, Vladimir Medinsky, mengatakan, Ukraina menyebut mereka bisa menerima status netral seperti Austria atau Swedia tetapi dengan tentaranya sendiri. Kiev membantah karakterisasi itu.
Belum jelas bagaimana definisi netralitas yang dimaksud, karena hal itu sangat bergantung pada rincian yang ada dalam kesepakatan.
Saat Uni Soviet runtuh, Parlemen Ukraina dalam Deklarasi Kedaulatan Negara tahun 1990 menyatakan niatnya untuk menjadi negara netral secara permanen.
Baca Juga: Perundingan Damai Rusia-Ukraina Resmi Ditangguhkan
Hak Rusia
Status bahasa Rusia dan orang-orang berbahasa Rusia di Ukraina adalah masalah besar bagi Moskow.
Sebuah undang-undang yang disahkan oleh Ukraina pada tahun 2019 memberikan status khusus untuk bahasa Ukraina dan menjadikannya wajib bagi pekerja sektor publik.
Undang-undang itu mewajibkan semua warga negara untuk mengetahui bahasa Ukraina dan menjadikannya persyaratan wajib bagi pegawai negeri, tentara, dokter, dan guru.
"De-Nazifikasi"
Putin mengatakan Ukraina mengizinkan kelompok neo-Nazi untuk melakukan "genosida" terhadap komunitas berbahasa Rusia di Ukraina.
Batalyon Azov, bagian dari garda nasional Ukraina, dituduh Moskow sebagai organisasi neo-Nazi yang meneror warga sipil Rusia dan melakukan kejahatan perang.
Dibentuk pada tahun 2014 dari sukarelawan yang berperang melawan daerah pemberontak yang didukung Rusia, para pendirinya menyatakan pandangan supremasi kulit putih sayap kanan yang ekstrem dan pandangan anti-Semit atau anti-yahudi. Batalyon Azov tidak membalas permintaan komentar.
Sumber : TASS / Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.