DARFUR, KOMPAS.TV - Paramiliter Sudan yang tengah bertempur dengan tentara negara itu semakin brutal.
Mereka dilaporkan membakar dan menghancurkan seluruh desa yang berada di sebelah barat Darfur hingga habis.
Badan bantuan pun sampai memperingatkan bahwa wilayah tersebut tengah berada di penghujung “kehancuran kemanusiaan”.
Penjarahan yang meluas dan penghancuran infrastruktur vital telah membuat banyak orang kehilangan akses ke makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Baca Juga: Jokowi Selamati Erdogan yang Kembali Terpilih Jadi Presiden Turki, Ingin Perkuat Hubungan
Gencantan senjata antara tentara Sudan dan paramiliter, Rapid Support Forces (RSF) membuat kekerasan di sekitar Ibu Kota Sudan, Khartoum berhenti sementara.
Namun, pertempuran berlanjut di Darfur, dan ketika konflik telah mencapai pekan ketujuh, wilayah tersebut telah jatuh dalam kekacauan.
Mereka yang tak dapat melarikan diri dari perang telah menggali parit di sekitar lingkungan mereka.
Mereka juga mendirikan barikade, menecegah masuk para anggota paramiliter yang telah menghancurkan segala sesuatu yang menghalangi jalan mereka.
Dikutip BBC, dari Senin (29/5/2023), berdasarkan gambar satelit mengonfirmasikan sebuah desa di dekat Nyala di Dargur Selatan, Desa Abu Adam, telah sepenuhnya musnah oleh api.
Hal itu terlihat dari garis hitam yang bisa dilihat dari luar angkasa.
Nyala sendiri telah mengalami mati lampu sporadik dan menghubungi masyarakat yang berada di dalam kota itu sangat sulit, karena kebanyakan komunikasi telah diputus.
“RSF menyerbu kota dengan lusinan truk yang dipasangkan dengan senjata, dan sebagian besar motor,” kata jurnalias lokal, Essa Daffalah.
Ia juga menambahkan pada Jumat (19/5/2023), kantor LSM dan toko-toko telah dijarah.
Baca Juga: AS dan Arab Saudi Desak Gencatan Senjata Sudan Diperpanjang, Rilis Pernyataan Bersama
“Rumah sakit menjadi kosong karena berada di zona pertempuran, dan banyak apotek dijarah,” ucapnya.
“Semua area pemukiman di Nyala telah sepenuhnya terkunci dengan barikade dan parit yang digali, sehingga para milisi tak bisa memasuki distrik pemukiman,” tambahnya.
Area ini juga telah kesulitan untuk menolong ratusan ribu orang yang telah dipindahkan karena konflik lainnya.
Seorang aktivis lokal di Nyala mengatakan lebih dari 600.000 pengungsi, yang bergantung sepenuhnya pada bantuan kemanusiaan, tidak menerima bantuan selama 40 hari karena pertempuran yang berlangsung.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.