KHARTOUM, KOMPAS.TV – Serangan udara dan pertukaran artileri mengguncang ibu kota Sudan hari Sabtu (20/5/2023), sementara para pria bersenjata menyerang kedutaan Qatar ketika para jenderal yang terlibat dalam pertempuran terus berjuang untuk merebut kekuasaan.
Penduduk Khartoum, seperti yang dikutip oleh France24, Minggu (21/5/2023), mengatakan pertempuran sengit terus berlangsung meskipun adanya seruan internasional yang berulang kali meminta gencatan senjata kemanusiaan.
Saksi mata mengatakan salah satu lokasi yang diserang adalah area sekitar gedung televisi negara di kota saudara Khartoum, yaitu Omdurman.
Hari Sabtu (20/5/2023), kedutaan Qatar menjadi misi diplomatik terbaru yang diserang, dan hal ini menuai kecaman dari Doha.
"Pemerintah Qatar mengutuk dengan tegas serangan dan perusakan gedung kedutaannya di Khartoum oleh pasukan bersenjata yang tidak teratur," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Qatar.
"Staf kedutaan sebelumnya telah dievakuasi dan... tidak ada diplomat atau staf kedutaan yang mengalami cedera," kata kementerian tersebut.
Qatar kembali menyerukan "penghentian segera pertempuran di Sudan, mengendalikan diri secara maksimal... dan melindungi warga sipil dari akibat pertempuran".
Baca Juga: Kepala Militer Sudan Bekukan Rekening Bank Kelompok Rival dalam Pertempuran Mengendalikan Negara
Qatar tidak secara khusus menyebutkan RSF yang dipimpin oleh Daglo sebagai pelaku, tetapi pernyataan dari pihak yang mendukung Burhan menyalahkan pasukan paramiliter tersebut.
Kedutaan Yordania, Arab Saudi, dan Turki juga telah menjadi target serangan dalam beberapa minggu terakhir.
Serangan pada hari Sabtu terjadi satu hari setelah para pemimpin Arab yang berkumpul dalam sebuah pertemuan di Arab Saudi mendesak para jenderal Sudan yang bertikai untuk menghentikan pertempuran.
Upaya gencatan senjata telah gagal berkali-kali sejak pertempuran dimulai, dan perwakilan dari kedua belah pihak telah melakukan pembicaraan di Arab Saudi.
Ditanya tentang pembicaraan tersebut, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan, hari Jumat mengatakan fokusnya adalah "mencapai gencatan senjata yang memungkinkan warga sipil Sudan untuk bernapas sejenak".
Perebutan kekuasaan antara panglima resmi angkatan darat reguler, Abdel Fattah al-Burhan, dan mantan deputinya yang menjadi rival, Mohamed Hamdan Dagalo, yang mengepalai pasukan paramiliter Rapid Support Forces RSF, pecah menjadi pertempuran pada 15 April.
Konflik ini menewaskan hampir seribu orang, sebagian besar di antaranya warga sipil, dan membuat lebih dari satu juta orang mengungsi.
Sumber : France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.