BEIRUT, KOMPS.TV - Keputusan Liga Arab pada hari Minggu (7/5/2023) untuk mengembalikan Suriah setelah 12 tahun disingkirkan adalah kemenangan simbolis yang signifikan bagi Damaskus, bagian dari pergeseran regional yang lebih besar dan indikasi dari peran Amerika Serikat (AS) yang semakin melemah, kata para analis.
Namun, ini mungkin belum segera membawa dana rekonstruksi yang diharapkan oleh Presiden Suriah Bashar Assad. Ini juga tidak mungkin membawa perubahan yang diinginkan tetangga Suriah, seperti kesepakatan mengenai pengembalian pengungsi dan upaya untuk mengurangi perdagangan narkoba.
Suriah kembali ke pangkuan Arab meskipun belum ada tanda-tanda jalan keluar untuk pemberontakan yang berubah menjadi perang saudara yang telah berlangsung selama 13 tahun.
Konflik tersebut sudah lama mengalami kebuntuan, menewaskan hampir setengah juta orang sejak Maret 2011 dan membuat setengah dari populasi negara sebelum perang yang berjumlah 23 juta orang kini menjadi pengungsi. Beberapa upaya mediasi untuk menyelesaikan konflik telah gagal.
Liga Arab menyetujui keanggotaan kembali Suriah dalam pertemuan tertutup di Kairo hari Minggu. Ini berarti Assad dapat menghadiri pertemuan puncak Liga Arab di Jeddah, Arab Saudi pada 19 Mei, semakin memperkuat perpindahannya dari status pariah, seperti yang dilaporkan Associated Press, Senin (8/5/2023).
Liga Arab adalah organisasi 22 negara anggota, didirikan tahun 1945 untuk mempromosikan kerja sama regional dan menyelesaikan perselisihan. Tetapi organisasi ini sering dianggap tidak punya gigi dan selalu kepayahan saat melaksanakan upaya penyelesaian konflik, terutama dalam era perang di Suriah, Yaman, dan Libya serta ketegangan diplomatik antara monarki Teluk dan Qatar beberapa tahun yang lalu.
Liga Arab menangguhkan keanggotaan Suriah pada tahun 2011 setelah pemerintah Assad menghancurkan protes massal melawan pemerintahannya, sebuah pemberontakan yang dengan cepat berubah menjadi perang saudara yang brutal menyusul campur tangan negara tetangga, Barat dan Amerika Serikat. Qatar, Arab Saudi, dan beberapa negara Arab lainnya memberikan dukungan pada kelompok oposisi bersenjata yang berusaha menggulingkan Assad yang didukung oleh Rusia, Iran, dan milisi yang berafiliasi dengan Tehran.
Baca Juga: Liga Arab Sepakat Cabut Skorsing Suriah, Damaskus Kembali ke Pergaulan Kawasan
Setelah beberapa tahun terjebak dalam perang, pemerintahan Assad kini berhasil menguasai sebagian besar wilayah negaranya, terutama kota-kota besar. Kelompok oposisi atau pasukan Kurdi yang didukung AS menguasai sebagian besar wilayah utara dan timur Suriah, namun sulit bagi mereka untuk menggulingkan rezim Assad.
Pemerintahan Arab yang mungkin dulu mengharapkan hasil yang berbeda kini memutuskan lebih baik membangun hubungan.
“Kami tidak mencari solusi ajaib, tetapi yang kami tahu adalah situasi saat ini tidak dapat dipertahankan. Tidak ada kemajuan,” kata ilmuwan politik Saudi Hesham Alghannam. “Kami tidak tahu kapan konflik akan berakhir, dan boikot terhadap rezim tidak membawa solusi.”
Beberapa tahun terakhir, sejumlah negara Arab mendekati Suriah, terutama Uni Emirat Arab tahun 2018. Yordania dan Suriah membuka kembali perbatasan mereka tahun 2021. Bulan lalu, Arab Saudi dan Suriah mengumumkan mereka akan membuka kedutaan besar dan melanjutkan penerbangan.
Gempa bumi hebat pada 6 Februari yang melanda Suriah dan Turki juga mempercepat perbaikan hubungan, dengan membawa simpati bagi Suriah. Lebih dari 6.000 orang tewas dan ratusan ribu kehilangan rumah.
Pejabat senior dari negara-negara yang dulu memusuhi kini untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade berkunjung ke Damaskus dan mengirimkan bantuan.
Mendekati Assad di bawah dalih krisis kemanusiaan adalah cara yang paling kurang kontroversial untuk melanjutkan peningkatan hubungan yang sudah berlangsung.
Kesepakatan yang disponsori oleh China untuk Arab Saudi dan Iran membuka kembali hubungan, yang sebelumnya adalah merupakan rival regional, juga mendorong mereka untuk meredakan konflik seperti Suriah dan Yaman.
Selain itu, “deprioritisasi AS terhadap Timur Tengah dan khususnya portofolio Suriah” mendorong aktor regional untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri dengan Damaskus, meskipun AS memprotes, kata Randa Slim, direktur Conflict Resolution and Track II Dialogues Program di Middle East Institute yang berbasis di Washington.
Baca Juga: Presiden Iran Kunjungi Suriah, Bertemu Bashar al Assad Rundingkan Kerja Sama
Arab Saudi memainkan peran penting dalam mendorong kembalinya Suriah ke Liga Arab, dengan mengadakan pertemuan bulan lalu untuk membahas topik tersebut. Yordania menjadi tuan rumah pertemuan lainnya bulan ini.
Qatar masih menjadi penentang terbesar. Namun, setelah keputusan untuk mengembalikan Damaskus dibacakan, Qatar mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “tidak akan menjadi penghalang” untuk “konsensus Arab.”
Kuwait juga belum memberikan dukungan untuk normalisasi, kata Bader Al-Saif, asisten profesor sejarah di Universitas Kuwait.
"(Kuwait) ingin tahu apa kondisinya, seperti apa solusi politiknya. Apakah akan ada pemilihan umum? Permintaan maaf? Apa kek?" katanya. Meskipun skeptisisme utama ini, al-Saif mengatakan Riyadh akan terus mendorong Damaskus untuk bekerja menuju "tatanan Arab yang lebih kuat dan terintegrasi."
Salah satu kritik utama atas dekatnya hubungan ini adalah bahwa Assad tidak memberikan konsesi apa pun untuk kesepakatan politik konflik Suriah. Tanpa solusi yang kredibel, jutaan warga Suriah yang melarikan diri ke luar negeri, banyak di antaranya ke negara-negara tetangga, akan terlalu takut untuk pulang.
Baca Juga: Ini Hasil Lengkap Pertemuan Menlu Negara Arab dan Menlu Suriah: Perdamaian di Depan Mata
Di sisi simbolis, kembalinya Suriah ke dalam Liga Arab menunjukkan kepada oposisi Suriah bahwa mereka "ditinggalkan sendiri", dan mengkonfirmasi kepada Damaskus bahwa strategi penghancuran yang dilakukan selama perang berhasil.
Namun, secara praktis, "sebuah kursi di Liga Arab tidaklah terlalu berpengaruh," kata Nadia Alghannam, seorang pengamat Timur Tengah yang berbasis di Arab Saudi.
Sanksi AS dan Eropa kemungkinan akan mencegah negara-negara Arab untuk melakukan investasi signifikan dalam rekonstruksi di Suriah dalam waktu dekat.
Banyak warga Suriah di wilayah yang dikuasai pemerintah berharap untuk melihat manfaat dari peningkatan perdagangan dengan dunia Arab untuk membantu mengatasi krisis ekonomi yang mematikan.
Hal tersebut mungkin terjadi, kata Alghannam. "Jika ada stabilitas, saya percaya akan ada arus investasi dan perdagangan dari Teluk dengan Suriah." Namun, dia mencatat, hubungan antara Arab Saudi dan Suriah sudah tegang bahkan sebelum konflik Suriah, "jadi membangun kepercayaan akan memakan waktu."
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Liga Arab setelah pertemuan pada hari Minggu menunjukkan bahwa reintegrasi Suriah yang lebih lanjut akan tergantung pada kemajuan menuju solusi politik untuk konflik, memerangi perdagangan narkoba, dan memfasilitasi kembalinya pengungsi. Negara-negara Teluk juga telah mendorong Damaskus untuk membatasi pengaruh Iran di Suriah.
Maha Yahya, direktur Carnegie Middle East Center yang berbasis di Beirut, mengatakan bahwa tidak mungkin Suriah memenuhi tuntutan negara-negara Arab.
Oleh karena itu, dia mengatakan, "saya jujur tidak berpikir langkah ini akan membuka pintu banjir dukungan untuk Suriah."
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.