MANILA, KOMPAS.TV - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr hari Minggu, (30/4/2023) dalam penerbangan ke Washington mengatakan China sepakat untuk membahas hak penangkapan ikan di Laut China Selatan. Ini seiring dengan ajakannya untuk membangun "jalur komunikasi langsung" dengan Beijing dalam menghadapi perbedaan maritim.
Seperti yang dilaporkan oleh Straits Times, Senin (1/5/2023), Marcos mengatakan bahwa China telah setuju untuk "duduk bersama" dan membicarakan hak penangkapan ikan warga Filipina di Laut China Selatan.
Ia menambahkan dirinya sudah meminta pasukan penjaga pantai Filipina dan Departemen Luar Negeri untuk "menyusun peta daerah penangkapan ikan" tersebut, yang nantinya akan diserahkan kepada Beijing.
Dalam pernyataannya kepada para wartawan saat berada di dalam pesawat menuju Washington, Marcos juga mengatakan jalur komunikasi langsung antara Filipina dan China harus diadopsi, terkait dengan peristiwa bentrok maritim antara kedua negara belakangan ini.
"Prioritas utama adalah menjaga wilayah maritim kami," katanya, seperti yang dikeluarkan oleh kantornya hari Senin.
Pada hari Jumat, Filipina menuduh penjaga pantai China melakukan "taktik agresif" dalam sebuah insiden yang terjadi di dekat karang Thomas Shoal Kedua, yang sebelumnya menjadi sumber ketegangan. Wilayah ini terletak sekitar 195 km dari pantai Filipina.
Baca Juga: Filipina dan AS Pamer Kekuatan Tempur Presisi Tinggi pada Latihan Militer Bersama, China Berang
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) meminta China menghentikan tindakan mengganggu kapal Filipina di Laut China Selatan. China, di sisi lain, menyatakan mereka bersedia menangani perbedaan maritim dengan negara-negara yang bersangkutan melalui konsultasi yang bersahabat, sambil memperingatkan Washington jangan tidak ikut campur.
"Hal seperti ini harus dihindari. Kali ini, taktik mereka lebih berbahaya karena mereka semakin dekat. Hal ini dapat menyebabkan korban di kedua belah pihak," kata Marcos.
China mengeklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan dengan "garis sembilan titik" di atas peta, yang membentang lebih dari 1.500 km dari daratan utamanya dan memotong zona ekonomi eksklusif Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Indonesia.
Namun, keputusan arbitrase internasional pada tahun 2016 menyatakan bahwa garis tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Menjelang pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden pada 1 Mei di Washington, Marcos juga mengatakan ia tidak akan membiarkan negaranya menjadi "tempat persiapan" tindakan militer.
China menuduh Manila memprovokasi ketegangan regional setelah memberikan akses ke lebih banyak pangkalan militer kepada Washington, sementara Beijing menuduh AS ikut campur dalam urusan Taiwan.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.