Pengacara al-Bashir tidak merespons panggilan telepon atau pesan yang meminta komentar.
Burhan dan perwira senior lainnya pernah bertugas di bawah al-Bashir, dan aktivis mengatakan bahwa "deep state" Islam yang menjadi dasar pemerintahannya yang berkuasa masih utuh. Dagalo juga pernah bertugas sebagai pengikut setia al-Bashir, membantu menekan pemberontakan di Darfur dan provinsi-provinsi lainnya.
Baik militer maupun RSF berusaha memperlihatkan diri mereka sebagai sekutu gerakan pro-demokrasi negara yang berusaha mengembalikan proses transisi ke pemerintahan sipil.
Namun, keduanya punya sejarah panjang melakukan kekerasan terhadap aktivis dan para demonstran, dan mereka bergabung untuk menggulingkan pemimpin sipil dari kekuasaan dalam kudeta kurang dari dua tahun yang lalu.
Penjara Kober menahan sejumlah aktivis yang ditahan setelah kudeta, beberapa di antaranya dituduh dalam kasus kematian seorang perwira polisi senior selama protes.
Baca Juga: Sudan Kembali Gencatan Senjata Selama 72 Jam, yang Ketiga Usai Pertempuran Pecah
Salah satu dari mereka, Mosab Sharif, memposting video online yang mengatakan bahwa seluruh penjara telah dikosongkan setelah serangan militer yang menewaskan beberapa tahanan di dalamnya. Ia mengatakan sekelompok pria bersenjata menyerbu pintu dan memerintahkan semua orang keluar.
Aktivis lain yang dibebaskan, Ahmed al-Fatih, mengatakan ia bersedia menyerah di kantor polisi tetapi tidak dapat menemukan yang berfungsi di tengah ketidakstabilan, sesuai dengan pernyataan yang dirilis oleh pengacara pembelaannya. Kedua aktivis mengatakan bahwa nyawa mereka dalam bahaya di dalam penjara karena kekurangan makanan dan air.
Video yang beredar online menunjukkan barisan panjang tahanan meninggalkan fasilitas tersebut dengan membawa barang bawaan di atas bahu mereka.
ICC menggugat Al-Bashir, Hussein, dan Haroun atas tuduhan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang yang dilakukan di Darfur.
Konflik Darfur pecah ketika pemberontak dari komunitas etnis Afrika melancarkan pemberontakan pada tahun 2003, mengeluhkan penindasan oleh pemerintah yang didominasi oleh Arab di Khartoum. Al-Bashir meluncurkan kampanye pembakaran bumi yang melibatkan serangan udara dan serangan oleh milisi Janjaweed yang terkenal — pejuang suku yang menyerbu desa-desa dengan naik kuda dan unta.
Kampanye tersebut ditandai oleh pembunuhan massal, pemerkosaan, penyiksaan, dan penganiayaan. Sekitar 300.000 orang tewas dan 2,7 juta orang diusir dari rumah mereka.
Dagalo tidak terlibat dalam kejahatan yang dilakukan di Darfur saat puncak konflik pada tahun 2003 dan 2004, tetapi pasukannya tumbuh dari Janjaweed dan dituduh menggunakan taktik serupa.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.