Para pemimpin gereja menyalahkan para ekstremis Israel atas sebagian besar insiden tersebut, dan mengatakan mereka khawatir akan adanya lonjakan yang lebih besar.
"Peningkatan ini akan membawa lebih banyak kekerasan," kata Pizzaballa. “Ini akan menciptakan situasi yang sangat sulit untuk diperbaiki.”
Pada bulan Maret, sepasang warga Israel masuk ke basilika di samping Taman Getsemani, tempat Bunda Maria diyakini dimakamkan. Mereka menyerang seorang imam dengan sebuah batang besi sebelum ditangkap.
Pada bulan Februari, seorang Yahudi Amerika menjatuhkan sebuah patung Yesus setinggi 10 kaki dari posisinya dan membantingnya ke lantai, memukuli dengan palu wajah patung Yesus sebanyak dua belas kali di Gereja Penyaliban di Via Dolorosa, tempat Yesus dikabarkan memanggul salib menuju penyalibannya. "Tidak ada berhala di kota suci Yerusalem!" teriaknya.
Umat Armenia menemukan grafiti kebencian di dinding biara mereka. Para imam dari semua denominasi mengatakan mereka diikuti, diludahi, dan dipukuli selama berjalan ke gereja.
Baca Juga: Kutuk Penyerbuan Israel, Yordania: Masjid Al-Aqsa Tempat Ibadah Khusus Umat Muslim
Bulan Januari, umat Yahudi merusak dan menghancurkan 30 makam umat Kristen Protestan yang ditandai dengan salib batu di sebuah pemakaman Kristen bersejarah di kota itu. Dua remaja ditangkap dan dituduh menyebabkan kerusakan dan menghina agama.
Namun, umat Kristen mengeklaim kepolisian Israel tidak serius menangani sebagian besar serangan tersebut. Dalam satu kasus, George Kahkejian, 25 tahun, mengatakan justru dialah yang dipukuli, ditangkap, dan ditahan selama 17 jam setelah sekelompok pemukim Yahudi menaiki biara Kristen Armenia untuk merobek benderanya awal tahun ini. Kepolisian tidak memberikan komentar segera.
"Kami melihat kebanyakan insiden di petak wilayah kami tidak dihukum," keluh Pastor Aghan Gogchian, konselor Patriark Armenia. Ia menyatakan kekecewaannya dengan cara otoritas yang sering menegaskan bahwa kasus-kasus penghinaan dan pelecehan bukanlah kebencian agama, melainkan gangguan mental.
Kepolisian Israel mengatakan mereka telah "menyelidiki dengan seksama (insiden-insiden) tanpa memandang latar belakang atau agama" dan melakukan "penangkapan cepat."
Wakil Wali Kota Yerusalem, Fleur Hassan-Nahoum, mengatakan pihak berwenang sedang meningkatkan keamanan pada prosesi Paskah Ortodoks yang akan datang dan menciptakan departemen kepolisian baru untuk menangani ancaman yang dipicu oleh motivasi agama.
Kebanyakan pejabat Israel teratas bungkam atas aksi perusakan, sementara langkah-langkah pemerintah, termasuk pengenalan hukum yang mempidanakan penginjilan Kristen dan promosi rencana untuk mengubah Bukit Zaitun menjadi taman nasional, memicu kemarahan di Yerusalem dan di luar Israel.
Netanyahu berjanji menghalangi undang-undang tersebut bergerak maju, setelah mendapat tekanan dari penginjil Kristen di Amerika Serikat yang marah. Di antara pendukung Israel yang paling kuat, penginjil melihat negara Yahudi sebagai pemenuhan nubuat Alkitab.
Sementara itu, pejabat Yerusalem mengonfirmasi mereka tetap melanjutkan rencana zonasi yang kontroversial untuk Bukit Zaitun, situs ziarah suci dengan sekitar dua belas gereja bersejarah. Pemimpin Kristen khawatir taman tersebut dapat menghambat pertumbuhan mereka dan merambah tanah mereka. Permukiman Yahudi yang menampung lebih dari 200.000 warga Israel sudah mengelilingi Kota Tua.
Baca Juga: Otoritas Palestina Peringatkan Israel: Provokasi Bisa Ubah Al-Aqsa Jadi Medan Tempur
Otoritas Taman Nasional Israel berjanji akan mendapatkan persetujuan dari gereja-gereja dan mengatakan mereka berharap taman itu akan “mempertahankan area berharga sebagai area terbuka."
Pizzaballa menolak. “Ini semacam perampasan," katanya.
Ketegangan di komunitas itu mencapai puncaknya pada ritual Paskah Ortodoks ketika polisi Israel mengumumkan kuota ketat bagi ribuan peziarah yang ingin menghadiri upacara "Api Suci" di Gereja Makam Kudus.
Menyebut kekhawatiran atas keselamatan karena obor yang disodorkan melalui kerumunan orang di gereja, pihak berwenang membatasi upacara Sabtu tersebut hanya untuk 1.800 orang. Imam yang melihat polisi membuka gerbang lebar-lebar untuk orang Yahudi merayakan Paskah, yang bertepatan tahun ini dengan Paskah Ortodoks, mengeklaim diskriminasi agama pada hari Rabu.
Akhir-akhir ini, Uskup Sani Ibrahim Azar dari Gereja Lutheran Injili di Yerusalem mengatakan dia berjuang untuk menjawab ketika jemaatnya bertanya mengapa mereka harus menanggung harga pahit hidup di Tanah Suci.
“Ada hal-hal yang membuat kami khawatir tentang keberadaan kami sendiri," katanya. “Tapi tanpa harapan, semakin banyak dari kami akan pergi."
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.