PARIS, KOMPAS.TV - Presiden World Athletics, Sebastian Coe, Kamis (23/3/2023) mengumumkan perempuan transgender tidak lagi diizinkan berpartisipasi dalam kompetisi atletik perempuan, terlepas dari tingkat testosteron mereka.
Hal ini dikarenakan pertimbangan fairness atau keadilan yang lebih penting dari inklusi.
Seperti laporan France24, Jumat, (24/3), Coe mengatakan tidak ada atlet transgender perempuan yang mengalami pubertas pria yang akan diizinkan berpartisipasi dalam kompetisi peringkat dunia perempuan mulai 31 Maret.
Setelah pertemuan badan pengambil keputusan federasi trek dan lapangan global, Coe menyatakan World Athletics berkonsultasi dengan pemangku kepentingan termasuk 40 federasi nasional, Komite Olimpiade Internasional, dan kelompok transgender tentang isu atlet transgender.
"Mayoritas yang dikonsultasikan menyatakan atlet transgender tidak boleh berkompetisi dalam kategori perempuan," katanya.
"Banyak yang percaya tidak ada cukup bukti perempuan transgender tidak punya keuntungan atas perempuan biologis dan ingin melihat bukti lebih lanjut keuntungan fisik diperkecil sebelum mereka bersedia mempertimbangkan opsi inklusi ke dalam kategori perempuan."
Dia menambahkan: "Keputusan yang kami ambil... merupakan keputusan yang terbaik untuk olahraga kami."
Mengawasi pengembangan ilmiah, Coe mengatakan sebuah kelompok kerja yang dipimpin oleh seorang transgender akan dibuat untuk memantau perkembangan ilmiah lebih lanjut.
"Kami tidak mengatakan 'tidak' selamanya," kata Coe.
Baca Juga: Setelah di Cabor Renang, Atlet Transgender Juga Dilarang Sementara di Rugbi Perempuan
"Keputusan selalu sulit ketika melibatkan kebutuhan dan hak yang saling bertentangan antara kelompok yang berbeda, tetapi kami terus berpendapat kami harus menjaga kesetaraan bagi atlet perempuan di atas pertimbangan lainnya.
"Kami akan dipandu oleh ilmu pengetahuan seputar performa fisik dan keuntungan pria yang pasti akan berkembang dalam beberapa tahun mendatang. Seiring semakin banyak bukti yang tersedia, kami akan meninjau posisi kami, tetapi kami percaya integritas kategori perempuan dalam atletik adalah yang utama."
Dalam sebuah pernyataan, World Athletics mengumumkan tampaknya "tidak banyak dukungan dalam olahraga" untuk opsi yang disajikan kepada pemangku kepentingan, yang mengharuskan atlet transgender menjaga tingkat testosteron mereka di bawah 2,5nmol / L (nanomol per liter darah) selama 24 bulan agar memenuhi syarat berkompetisi secara internasional dalam kategori perempuan.
"Tidak ada atlet transgender yang saat ini berkompetisi secara internasional dalam atletik dan oleh karena itu tidak ada bukti khusus atletik mengenai dampak yang akan ditimbulkan oleh atlet-atlet ini terhadap keadilan persaingan perempuan dalam atletik.
"Dalam keadaan seperti ini, Dewan memutuskan memprioritaskan keadilan dan integritas persaingan perempuan sebelum inklusi."
World Athletics juga mengubah peraturan yang mencakup atlet yang diklasifikasikan sebagai DSD, dengan kata lain punya "perbedaan perkembangan seksual".
Atlet DSD yang paling terkenal adalah juara Olimpiade ganda 800m Caster Semenya dari Afrika Selatan.
Atlet DSD harus menurunkan kadar testosteron darah mereka di bawah 2,5 nanomol per liter agar bisa bersaing di kategori perempuan sesuai dengan regulasi baru. Hal ini berarti menurunkan kadar testosteron darah dari level saat ini sebesar lima nanomol per liter.
Atlet DSD juga harus menjaga agar kadar testosteron tetap di bawah ambang batas ini selama dua tahun, bukan hanya satu tahun seperti yang berlaku saat ini.
Selain itu, World Athletics juga menghapus prinsip acara terbatas untuk atlet DSD, yang berarti regulasi sekarang mencakup semua acara, bukan hanya acara dari 400 meter hingga satu mil yang sebelumnya dipantau.
Sumber : Kompas TV/France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.