Kompas TV internasional kompas dunia

Persidangan Tawanan Kamp Guantanamo Ungkap Kekerasan Seksual, Paksa Beri Makan Lewat Dubur

Kompas.tv - 26 Februari 2023, 01:05 WIB
persidangan-tawanan-kamp-guantanamo-ungkap-kekerasan-seksual-paksa-beri-makan-lewat-dubur
Unjuk rasa di Washington atas penahanan dan penyiksaan tawanan militer AS di Kamp Guantanamo. Kesaksian ahli minggu ini dalam sesi pra-persidangan di Guantanamo Bay menawarkan beberapa rincian mengerikan, tentang pemberian makan melalui rektum atau lubang anus secara paksa yang diterapkan CIA pada tahanannya. (Sumber: Straits Times)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Hariyanto Kurniawan

 

Kesaksian ahli minggu ini dalam sesi pra-persidangan di Guantanamo Bay mengungkapkan beberapa rincian mengerikan, tentang pemberian makan melalui rektum atau lubang anus secara paksa yang diterapkan CIA pada tahanannya. (Sumber: AP Photo/Alex Brandon)

Departemen Pertahanan AS membebaskan dua tahanan Pakistan dari penjara Guantanamo. Saifullah Paracha, 75 tahun, dipulangkan pada Oktober tahun lalu, sementara Majid Khan, 42 tahun, dibebaskan di Belize dalam perjanjian pemukiman pada Februari tahun ini.

Adik kandungnya yang lebih muda, dikenal sebagai Ahmed Rabbani, terkenal di Guantanamo karena kemampuannya sebagai seniman yang produktif dan pelaku mogok makan yang gigih, bertahan hidup dengan suplemen nutrisi dan kadang-kadang diberi makan secara paksa melalui selang.

Sebelum pembebasan Ahmed Rabbani, Departemen Pertahanan AS membatalkan sebagian atas larangan terhadap karya seni yang dibuat oleh para tahanan di Guantanamo.

Pihak pengacara Ahmed Rabbani sangat ingin mengetahui apakah ia diizinkan membawa lebih dari 100 lukisan yang ia hasilkan selama beberapa tahun ditahan bersama saudaranya dalam pesawat kargo militer yang membawa mereka berdua kembali ke Pakistan. Sedikit yang diketahui tentang saudara tertua mereka.

Agnieszka Fryszman, seorang pengacara yang mewakili saudara tertua secara cuma-cuma sejak 2006, mengatakan kepada sebuah dewan pembebasan bersyarat pada saat itu bahwa "dia sibuk dengan kegiatan sederhana. Misalnya menyapu dan membersihkan bloknya, dan menjauhi konflik".

Dalam dokumen intelijen AS, kedua saudara tersebut digambarkan sebagai warga negara Pakistan, meskipun mereka lahir dan dibesarkan di Mekkah, Arab Saudi, dan memiliki latar belakang etnis Rohingya.

Baca Juga: Daftar Pejabat Tinggi di Pemerintahan Taliban, Anak Pendiri hingga Eks Tahanan Guantanamo

Kesaksian ahli minggu ini dalam sesi pra persidangan di Guantanamo Bay menawarkan beberapa rincian mengerikan, tentang pemberian makan melalui rektum atau lubang anus secara paksa yang diterapkan CIA pada tahanannya. (Sumber: Washington Times)

Keduanya memiliki keluarga di Karachi dan bekerja sebagai sopir taksi paruh waktu sebelum ditangkap.

Karena mereka fasih dalam bahasa Arab, mereka juga mendapat pekerjaan sebagai kurir dan mengurus rumah aman bagi mantan kepala operasi Al-Qaeda, Khalid Shaikh Mohammed, yang dituduh dalam kasus hukuman mati di Guantanamo sebagai dalang serangan 11 September.

Pada tahun 2016, seorang perwira militer AS di Guantanamo mengatakan kepada dewan ulasan pembebasan bersyarat bahwa Ahmed Rabbani "adalah pengusaha pencari uang yang sangat getol. Dia tidak benar-benar peduli kepada siapa dia bekerja, menekankan dia bekerja untuk uang, bukan untuk tujuan agama atau agenda tertentu".

Clive Stafford Smith, seorang pengacara yang mewakili kedua pria tersebut, mengungkapkan bahwa Ahmed Rabbani sangat terluka akibat mogok makan selama tujuh tahun yang dimulai pada awal 2013 dan "sulit untuk menahan makanan. Namun, kondisinya semakin membaik sekarang".

"Ironisnya, selama mogok makannya, ketika mereka tinggal bersama-sama, ia akan memasak untuk para pria lain," ujar Stafford Smith. Dia juga menambahkan bahwa adik Rabbani berencana membuka restoran setelah bersatu kembali dengan keluarganya.

Dengan kepergian kedua saudara tersebut, jumlah tahanan di Guantanamo kini berkurang menjadi 32 orang, yang semuanya ditahan selama masa pemerintahan George W Bush. Selama bertahun-tahun, AS telah menahan sekitar 780 tahanan di kompleks penjara yang dulunya sangat luas tersebut. Pada puncaknya, pada tahun 2003, militer menahan 680 tahanan di sana pada satu waktu.

 




Sumber : New York Times




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x