Kompas TV internasional kompas dunia

Sekjen PBB Minta Dunia Bela Rakyat Myanmar, Pemilu oleh Junta Militer Justru Hasilkan Instabilitas

Kompas.tv - 31 Januari 2023, 20:27 WIB
sekjen-pbb-minta-dunia-bela-rakyat-myanmar-pemilu-oleh-junta-militer-justru-hasilkan-instabilitas
Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Sekjen PBB Antonio Guterres hari Senin, (30/1/2023) waktu New York menegaskan dukungan untuk aspirasi demokrasi rakyat Myanmar, dan memperingatkan bahwa pemilu junta militer di tengah tindakan keras terhadap warga sipil dan pemimpin politik akan "berisiko memperburuk ketidakstabilan.” (Sumber: Alexander Zemlianichenko/France24/Pool)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Purwanto

NEW YORK, KOMPAS.TV - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres hari Senin (30/1/2023) waktu New York menegaskan dukungan untuk aspirasi demokrasi rakyat Myanmar, dan memperingatkan bahwa pemilu yang direncanakan junta militer di tengah tindakan keras terhadap warga sipil dan pemimpin politik akan "berisiko memperburuk ketidakstabilan".

Seperti laporan Associated Press, Selasa (30/1/2023), juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan Sekjen PBB mengutuk keras semua bentuk kekerasan di Myanmar karena krisis di negara itu memburuk "dan memicu implikasi regional yang serius".

Tentara merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021 dari pemerintah terpilih, menangkap Aung San Suu Kyi serta anggota tertinggi partai Liga Nasional untuk Demokrasi, yang menang pemilu dengan telak untuk masa jabatan kedua dalam pemilihan umum November 2020.

Junta militer menekan perlawanan luas terhadap pengambilalihan militer menggunakan kekuatan mematikan, membunuh hampir 2.900 warga sipil dan menangkap ribuan orang yang terlibat perlawanan tanpa kekerasan. 

Penumpasan biadab memicu perlawanan bersenjata di sebagian besar negara. Pemerintah militer menganggap organisasi besar yang menentang kekuasaan militer sebagai kelompok “teroris”.

Junta Militer memberlakukan undang -undang baru tentang pendaftaran partai politik yang diterbitkan hari Jumat lalu, yang aturannya mempersulit kelompok oposisi untuk mengajukan tantangan serius terhadap kandidat yang didukung tentara dalam pemilihan umum yang dijadwalkan akhir tahun ini.

Baca Juga: Indonesia Terus Dorong Komunikasi Intensif untuk Atasi Krisis Myanmar

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres hari Senin, (30/1/2023) waktu New York menegaskan dukungan untuk aspirasi demokrasi rakyat Myanmar, dan memperingatkan bahwa pemilu yang direncanakan junta militer di tengah tindakan keras terhadap warga sipil dan pemimpin politik akan "berisiko memperburuk ketidakstabilan." (Sumber: Straits Times)

Aturan terbaru itu menetapkan tingkat minimum untuk partai, termasuk tingkat keanggotaan 100 kali lebih tinggi daripada pemilu 2020, ditambah persyaratan pendanaan yang ketat.

Guterres “prihatin dengan niat militer untuk mengadakan pemilu di tengah meningkatnya pemboman udara dan pembakaran rumah warga sipil, bersama dengan penangkapan, intimidasi dan pelecehan terhadap pemimpin politik, aktor masyarakat sipil dan jurnalis,” kata juru bicara PBB. 

“Tanpa adanya syarat yang memungkinkan rakyat Myanmar untuk secara bebas menggunakan hak politik mereka, jajak pendapat yang diusulkan berisiko memperburuk ketidakstabilan.”

Sekretaris Jenderal PBB “terus berdiri dalam solidaritas dengan rakyat Myanmar dan mendukung aspirasi demokrasi mereka untuk masyarakat yang inklusif, damai dan adil serta perlindungan semua komunitas, termasuk Rohingya,” kata Dujarric.

Diskriminasi lama terhadap Muslim Rohingya di Myanmar yang rakyatnya mayoritas beragama Buddha, termasuk penolakan kewarganegaraan dan banyak hak lainnya, meledak pada Agustus 2017 ketika militer Myanmar melancarkan apa yang disebutnya kampanye pembersihan di negara bagian Rakhine utara sebagai tanggapan atas serangan terhadap polisi dan penjaga perbatasan oleh seorang Rohingya.

Lebih dari 700.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, di mana mereka tinggal di kamp-kamp pengungsian, karena tentara diduga melakukan pemerkosaan dan pembunuhan massal serta membakar ribuan rumah.

Pada Januari 2020, Mahkamah Internasional, mahkamah agung PBB, memerintahkan Myanmar melakukan semua yang bisa dilakukan untuk mencegah genosida terhadap Rohingya.

Baca Juga: Junta Militer Myanmar Jatuhkan Hukuman Tambahan kepada Aung San Suu Kyi, Total Jadi 33 Tahun

Aung San Suu Kyi.Sekjen PBB Antonio Guterres hari Senin, (30/1/2023) waktu New York menegaskan dukungan untuk aspirasi demokrasi rakyat Myanmar, dan memperingatkan bahwa pemilu junta militer di tengah tindakan keras terhadap warga sipil dan pemimpin politik akan "berisiko memperburuk ketidakstabilan.”  (Sumber: AP Photo/Peter Dejong, File)

Dua hari sebelumnya, sebuah komisi independen yang dibentuk oleh pemerintah Myanmar menyimpulkan ada alasan untuk meyakini bahwa pasukan keamanan melakukan kejahatan perang terhadap warga etnis Rohingya – tetapi bukan genosida.

Guterres menyambut baik resolusi pertama tentang Myanmar yang diadopsi oleh Dewan Keamanan PBB pada 21 Desember yang menuntut segera diakhirinya kekerasan di negara Asia Tenggara itu, dan mendesak junta militer membebaskan semua tahanan yang “ditahan secara sewenang-wenang”, termasuk Suu Kyi, dan untuk memulihkan institusi demokrasi.

Resolusi tersebut menyerukan kepada pihak-pihak yang berseberangan untuk melakukan dialog dan rekonsiliasi dan mendesak semua pihak “untuk menghormati hak asasi manusia, kebebasan mendasar dan supremasi hukum.”

Sekretaris Jenderal menganggap resolusi itu “langkah penting dan menggarisbawahi urgensi untuk memperkuat persatuan internasional,” kata Dujarric.

Juru bicara itu mengatakan utusan khusus PBB untuk Myanmar, Noeleen Heyzer, akan berkoordinasi erat dengan ASEAN atas seruan Dewan Keamanan “untuk terlibat secara intensif dengan semua pihak terkait di Myanmar untuk mengakhiri kekerasan dan untuk mendukung kembalinya menuju demokrasi.” Indonesia mengambil alih kursi ASEAN pada 1 Januari dari Kamboja.

“Perserikatan Bangsa-Bangsa berkomitmen untuk tetap berada di Myanmar dan mengatasi berbagai kerentanan yang timbul dari tindakan militer sejak Februari 2021,” kata Dujarric, mendesak akses tanpa hambatan ke semua komunitas yang terkena dampak.

“Sekretaris Jenderal memperbaharui seruannya kepada negara-negara tetangga dan negara-negara anggota lainnya untuk mendesak pimpinan militer menghormati keinginan dan kebutuhan rakyat Myanmar dan mematuhi norma-norma demokrasi,” kata juru bicara PBB.




Sumber : Kompas TV/Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x