BRASILIA, KOMPAS.TV - Ribuan massa merangsek dan merusak fasilitas di tiga gedung pemerintahan Brasil pada Minggu (8/1/2023) di Brasilia, menyusul kekalahan Jair Bolsonaro sebagai presiden dari sayap kanan dalam pemilu 2022.
Melansir dari media lokal The Brazilian Report, ribuan massa pendukung mantan presiden Bolsonaro itu juga melakukan tindakan kekerasan serta membuat kekacauan di Istana Kepresidenan Planalto Palace, Gedung Parlemen, serta Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung Brasil.
Pendukung Bolsonaro yang disebut sebagai Bolsonarista itu dilaporkan tiba di pusat pemerintahan Brasil menggunakan lebih dari seratus bus.
Pendukung politisi sayap kanan itu menentang pelantikan Luiz Inacio Lula da Silva, yang berhaluan kiri, sebagai Presiden Brasil pada 1 Januari 2023.
Mereka lantas melakukan vandalisme dan merusak fasilitas di dalam gedung ketika para anggota Parlemen dan Mahkamah Agung di Brazil sedang dalam masa reses. Di sisi lain, Presiden Lula sedang tidak di Ibu Kota negara itu.
Kekacauan tergambarkan dalam foto dan video yang tersebar di media sosial. Perusakan dan kekacauan tersebut mirip dengan demonstrasi US Capitol di Amerika Serikat pada 6 Januari 2021.
Para perusuh itu memecahkan kaca gedung, membanting kursi dan meja, serta menghancurkan sejumlah fasilitas lain yang ada di dalam gedung.
Mereka juga merobek pintu ruangan milik Menteri Mahkamah Agung Alexandre de Moraes, yang banyak disalahkan oleh Bolsonarista karena gagal membatalkan hasil pemilu melawan Lula.
Baca Juga: Dokter Gigi Asal Brazil Pecahkan Rekor Dunia, Nonton 11 Piala Dunia Secara Langsung!
Barikade polisi kalah jumlah dan tidak bisa menghalau massa. Bahkan, kehadiran polisi tampak sangat minim dalam kericuhan di Ibu Kota Brasil itu.
Sejumlah video menggambarkan beberapa petugas kepolisian berbicara dan berfoto dengan para perusuh yang mengenakan jersey kuning serta bendera Brasil ketika kelompok radikal menyerbu bangunan publik.
Saat ini, Menteri Kehakiman di era Bolsonaro, Anderson Torres, menjadi pemimpin keamanan di Brasilia.
Ketua Partai Buruh yang mengusung Lula, Gleisi Hoffmann, mengatakan bahwa pemerintah pusat tak bertanggungjawab dalam menangani krisis itu.
"Hal itu adalah kejahatan yang telah lama diumumkan terhadap demokrasi, kehendak pemungutan suara," tulis Hoffmann di Twitter, Minggu (8/1) waktu setempat.
Menurut dia, Gubernur Brasilia Ibaneis Rocha dan sekretaris keamanan Bolsonarist bertanggungjawab atas apapun yang terjadi.
Baca Juga: Donald Trump Digugat Keluarga Polisi yang Tewas seusai Kerusuhan di Gedung Capitol
Hingga Minggu sore waktu setempat, polisi mengatakan bahwa setidaknya ada tiga jurnalis diserang serta sejumlah peralatan pers dihancurkan dan dicuri dalam kerusuhan di Brasil itu.
Berdasarkan laporan jurnalis Brasil, David Adler, di Twitter, polisi menerjunkan helikopter yang menjatuhkan granat kejut berisi gas air mata untuk membubarkan massa.
Sementara itu, Presiden Lula menuding Bolsonaro sebagai penyebab peristiwa kekerasan yang terjadi di Brasilia. Ia menyebut para pemberontak sebagai teroris dan Nazi.
“Orang-orang yang kita sebut fasis menginvasi tiga kekuatan [Kongres, Pengadilan, Kepresidenan]. Seperti preman sungguhan. Semua orang ini akan ditemukan dan akan dihukum. Demokrasi menuntut agar orang menghormati institusi. Pengacau ini yang mungkin disebut Nazi,” kata Lula.
Menurut dia, masyarakat adat, komunitas kulit gelap, serta kelompok kiri tidak pernah memimpin penyerangan semacam itu terhadap demokrasi bangsa.
"Kata-kata mantan presiden itu yang menyebabkan pemberontakan kekerasan hari ini," kata Lula.
Ia menjanjikan pertanggungjawaban atas pemberontakan tersebut. Selain itu, ia akan memecat para petugas yang terekam melancarkan tindakan teroris. Lula juga langsung melakukan perjalanan untuk mengunjungi tiga institusi demokrasi yang diserbu massa hari ini.
Baca Juga: Polarisasi Jelang Pilpres Brazil Meningkat, Anggota Oposisi Ditembak Mati di Pesta Ulang Tahunnya
Sumber : The Brazilian Report/Twitter David Adler
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.