WASHINGTON, KOMPAS.TV - Jajaran menteri luar negeri dari negara-negara G20 akan bertemu di Bali pada Kamis (7/7/2022) hingga Jumat (8/7). Salah satu isu yang akan mereka bahas adalah perang Rusia-Ukraina dan dampaknya pada kemanan pangan dan pasokan energi global.
Akan tetapi, alih-alih menjembatani persatuan, menurut penulis diplomatik Associated Press, Matthew Lee, pertemuan ini justru berpeluang memperparah perselisihan tentang perang Rusia-Ukraina.
Tiga sosok yang diyakini akan berperan penting mengenai isu tersebut adalah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi. Mereka akan bertemu di sebuah resort di Bali yang juga menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada November mendatang.
Dalam pertemuan ini, Blinken diyakini akan menemui situasi-situasi sulit.
Pasalnya, tidak seperti pertemuan-pertemuan dengan sekutu Barat, di G20, Blinken akan menemui diplomat-diplomat dari negara yang hati-hati dengan pendekatan AS atas perang Rusia-Ukraina.
Baca Juga: Menlu AS akan Bertemu Menlu China di Sela Acara G20, Tidak Ada Pertemuan Formal dengan Rusia
Washington sendiri mengaku Blinken dan Lavrov tidak ada rencana bertemu tatap mata selama di Bali. Ini merupakan pertemuan pertama Blinken dan Lavrov sejak Januari silam, sebulan sebelum Rusia meluncurkan invasi.
Kementerian Luar Negeri AS telah mengonfirmasi bahwa Blinken akan menggelar pertemuan dengan Wang. Pertemuan ini digelar di tengah tegangnya hubungan Washington-Beijing.
Selain itu, Blinken juga akan bertemu dengan kolega dari negara yang tidak sepakat dengan sikap Barat atas invasi Rusia. Salah satu negara itu adalah India yang meningkatkan pembelian minyak Rusia di tengah upaya AS dan sekutu menyumbat sumber pendapatan Rusia.
Sementara itu, mengenai Lavrov, Washington menyebut tidak akan ada pertemuan formal. Salah satu alasannya adalah AS belum melihat ada “keseriusan” diplomasi dari Rusia.
“Kami ingin melihat orang Rusia serius tentang diplomasi. Kami belum melihatnya saat ini,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price.
“Kami ingin Rusia memberi kami alasan untuk melakoni pertemuan bilateral dengan mereka, dengan Menteri Luar Negeri Lavrov, tetapi apa yang muncul dari Moskow adalah lebih banyak brutalitas dan agresi terhadap rakyat dan negara Ukraina,” lanjutnya.
Baca Juga: Meski Diterpa Sanksi Barat, Rusia Tangguk Pendapatan Fantastis dari Ekspor Energi ke China dan India
Sejak Rusia menginvasi Ukraina, pemerintahan Joe Biden menegaskan tidak akan ada “urusan seperti biasanya” selama perang berlangsung.
Akan tetapi, Price atau pejabat AS lain tidak bisa menjamin apakah Blinken dan Lavrov sama sekali tidak akan bertemu secara bilateral. Price sendiri enggan membeberkan apa yang disebutnya “koreografi” AS di G20.
Serangkaian agenda G20 yang berujung pada KTT November mendatang amat berbeda bagi AS dibanding KTT G-7 atau NATO.
Alasannya, banyak negara anggota yang enggan bergabung dalam gerbong AS mengutuk invasi Rusia. Di antaranya adalah Brasil, Afrika Selatan, dan India.
Mengingat perbedaan yang ada, kemungkinan akan sulit mencapai konsensus di G20 untuk memitigasi dampak dari perang Rusia-Ukraina ke pasokan energi dan pangan.
Oposisi untuk Barat diyakini akan datang dari pihak Rusia dan China. Namun, Washington menegaskan kehadiran dua negara itu tak akan menghentikan upaya mereka mendesakkan konsensus.
Baca Juga: Zelensky Tantang Jokowi: Gandum Ukraina Harus Sampai ke Indonesia
AS ingin G20 menyokong inisiatif Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membebaskan sekitar 20 juta ton gandum Ukraina untuk diekspor ke Timur Tengah, Afrika, dan Asia.
“Kami ingin G20 meminta pertanggungjawaban Rusia dan mendesak (G20) agar mendukung inisiatif (PBB) ini,” kata Ramin Toloui, asisten menteri luar negeri AS bidang ekonomi dan bisnis.
Kebanyakan negara G20 sendiri mendukung pelonggaran blokade Rusia di Laut Hitam untuk memberi jalan ekspor gandum, termasuk Indonesia yang memegang presidensi G20.
Perbedaan-perbedaan yang ada membuat pertemuan antarmenteri luar negeri G20 dapat berlangsung sengit.
Di lain sisi, kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin ke KTT di Bali masih dipertanyakan.
AS menegaskan bahwa Putin seharusnya tidak boleh hadir. Namun, jika Putin hadir, Washington mendesak Indonesia untuk mengundang serta Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Baca Juga: Apakah KTT G20 Jadi Momen Pertemuan dan Diskusi untuk Putin- Zelenskyy?
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.