"Mereka bukan anak-anak. Mereka adalah orang-orang sejati, yang harus membela negara mereka dari agresi Saudi dan Amerika, serta membela bangsa Islam," kata salah satu dari mereka, yang enggan disebut namanya demi menghindari gesekan antar-pemberontak Houthi.
Houthi menggunakan apa yang mereka sebut sebagai "kamp musim panas" untuk menyebarkan ideologi agama dan merekrut anak laki-laki untuk berperang.
Kamp-kamp itu berlangsung di sekolah-sekolah dan masjid-masjid wilayah Yaman yang telah dikuasai, meliputi bagian utara, tengah dan Ibukota Sanaa.
Perang saudara di Yaman meletus pada 2014 ketika gerakan pemberontak Houthi turun dari wilayah utara dan merebut ibu kota negara itu.
Pemerintah yang diakui secara internasional melarikan diri ke wilayah selatan, lalu berkoalisi dengan Arab Saudi dalam pertempuran yang berlangsung sejak awal 2015.
Mereka mencoba mengembalikan pemerintah yang sah ke tampuk kekuasaan dengan melancarkan serangan udara ke kubu Houthi. Selain itu, Arab Saudi dan pemerintah Yaman juga mempersenjatai pasukan anti-Houthi.
Sepanjang perang, lebih dari 150.000 orang tewas, termasuk lebih dari 14.500 warga sipil. Perang saudara menjerumuskan Yaman ke dalam kelaparan, dan termasuk salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Anak-anak dilibatkan selama bertahun-tahun. PBB memperkirakan, nyaris 2.000 anak yang direkrut Houthi tewas di medan perang dalam rentang Januari 2020 hingga Mei 2021.
Adapun pasukan pro-pemerintah diketahui juga melibatkan anak-anak untuk berperang, tetapi dalam tingkat jauh lebih rendah. Mereka telah mengambil langkah besar untuk menghentikan praktik itu sejak gencatan senjata berlangsung.
Baca Juga: Rusia Ngamuk ke Israel, Panggil Duta Besar Israel atas Serangan ke Bandara Suriah
Sumber : AP
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.