Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

Ukraina Diperkirakan Kehilangan 60-100 Serdadu Tiap Hari, Mulai Kehabisan Pasukan?

Kompas.tv - 6 Juni 2022, 21:26 WIB
ukraina-diperkirakan-kehilangan-60-100-serdadu-tiap-hari-mulai-kehabisan-pasukan
Suasana pemakaman Kolonel Oleksander Makhachek di Zhytomyr, Ukraina, 3 Juni 2022. Kolonel Makhachek adalah salah satu dari banyak korban jiwa dari pasukan Ukraina yang kini tengah bertempur lawan Rusia di Donbass. Presiden Volodymyr Zelensky memperkirakan 60-100 serdadu Ukraina tewas setiap harinya di Donbass. (Sumber: Natacha Pisarenko/Associated Press)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Edy A. Putra

ZHYTOMYR, KOMPAS.TV - Selama lebih dari 100 hari perang, jumlah pasukan Ukraina yang bertahan diperkirakan mulai menipis. Pekan ini, Presiden Volodymyr Zelensky menyatakan bahwa 60-100 serdadu Ukraina tewas dalam pertempuran setiap harinya.

Ukraina sendiri memiliki sekitar 250.000 pria dan wanita dalam tugas militer sebelum perang dan tengah merekrut 100.000 lainnya. Sejauh ini, secara resmi, Kiev enggan mengumumkan berapa banyak korban jiwa di pihak Ukraina.

Ukraina dan Rusia kerap merilis klaim jumlah korban tewas di pihak lawan. Namun, klaim dari kedua pihak tersebut diyakini dibesar-besarkan untuk alasan kehumasan. Klaim-klaim itu tidak bisa diverifikasi secara independen.

Seiring pertempuran di Donbass, gencarnya gempuran Rusia membuat pihak Ukraina diyakini menderita kerugian semakin besar. Kehilangan Ukraina terlihat di kuburan-kuburan yang sibuk dengan pemakaman jasad tentara.

Di Zhytomyr, sekitar 140 kilometer barat ibu kota Kiev, sebuah kuburan telah menampung 40 jasad tentara selama 100 hari perang. Salah satu tentara yang belakangan dimakamkan di situ adalah Kolonel Oleksandr Makachek.

Baca Juga: Zelensky Kunjungi Garis Depan Ukraina Timur, Severodonetsk Bersiap Hadapi Serangan Balasan Rusia

Kolonel Makhachek terbunuh di Oblast (daerah setingkat provinsi) Luhansk, tempat pasukan Rusia dan separatis tengah memfokuskan gempuran ke kota Sievierodonetsk dan Lysychansk. Ia terbunuh pada 30 Mei 2022.

Segera setelah merampungkan penguburan Makhachek, petugas kuburan menyiapkan pemakaman lain, mencerminkan cepatnya tentara Ukraina berguguran di front Donbass.

Di dekat kuburan Makhachek, nisan lain milik Viacheslav Dvornitskyi menunjukkan tanggal kematian 27 Mei 2022. Nisan-nisan lain menunjukkan para serdadu yang terbunuh dalam jangka waktu berdekatan, 5, 7, 9, 10 Mei.

Kesibukan dan pemandangan serupa juga terdapat di kuburan-kuburan lain di Zhytomyr dan kota-kota serta desa-desa lain.

Di antara tentara yang menghadiri pemakaman Makhachek pada Jumat (3/6/2022) lalu adalah Jenderal Viktor Muzhenko, kepala staf umum Angkatan Bersenjata Ukraina hingga 2019. Jenderal Muzhenko memperingatkan bahwa tingkat jatuhnya korban jiwa di pihak Ukraina bisa bertambah buruk.

“Ini adalah salah satu momen kritis dalam perang, tetapi ini bukan puncaknya,” kata Muzhenko kepada Associated Press.

“Ini adalah konflik paling signifikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua. Itu menjelaskan mengapa jatuhnya korban sangat besar. Untuk meredam jatuhnya korban, sekarang Ukraina perlu senjata kuat yang bisa menandingi atau bahkan melampaui persenjataan Rusia,” lanjutnya.

Baca Juga: Keras! Putin Ancam Barat Jika Terus Pasok Roket ke Ukraina: Kami Akan Gunakan Alat Pemusnah

Konsentrasi serangan artileri Rusia di front Donbass diyakini menjadi sebab banyaknya korban jiwa di pihak Ukraina.

Letjen Ben Hodges, purnawirawan mantan komandan pasukan Amerika Serikat (AS) di Eropa, mendeskripsikan strategi Rusia sebagai “pendekatan atrisi Abad Pertengahan.” Atrisi yang dimaksud Hodges adalah pengikisan kekuatan lawan secara terus-menerus.

Menurutnya, AS, Inggris Raya, dan negara-negara Barat lain mesti segera mengirimkan persenjataan berat untuk menghancurkan baterai-baterai artileri Rusia.

“Pertempuran ini jauh lebih mematikan dibanding apa yang kita lihat selama lebih dari 20 tahun di Irak dan Afghanistan, di situ kita tidak menyaksikan jumlah (korban) seperti ini,” kata Letjen Hodges.

Besarnya jumlah korban di pihak Ukraina memunculkan pertanyaan sampai kapan negara itu bisa bertahan dari invasi Rusia. Ukraina sendiri punya tenaga mengingat populasinya mencapai 41 juta jiwa, tetapi terdapat beragam proses yang memakan waktu.

“Masalahnya adalah perekrutan, pelatihan, dan membawa mereka ke garis depan,” kata Kolonel Mark Cancian, pensiunan marinir AS yang kini menjadi penasihat senior di lembaga wadah pemikir Center for Strategic and International Studies (CSIS).

“Jika perang ini sekarang menjadi perjuangan atrisi jangka panjang, maka Anda harus membangun sistem untuk mendapatkan (tentara) pengganti. Ini adalah momen sulit bagi setiap angkatan bersenjata dalam pertempuran,” lanjutnya.

Meskipun demikian, Jenderal Muzhenko yakin bahwa pengakuan Zelensky atas banyaknya korban jiwa justru akan menggembleng semangat juang pasukan Ukraina. Lebih lanjut, ia menyebut bantuan senjata Barat bisa membalikkan situasi medan pertempuran.

“Lebih banyak yang diketahui rakyat Ukraina tentang apa yang terjadi di front, kehendak untuk melawan akan semakin bertumbuh,” kata Muzhenko.

“Ya, jumlah korbannya signifikan. Namun, dengan bantuan sekutu kami, kami bisa meminimalisasi dan menguranginya dan beranjak untuk melakukan serangan yang sukses. Ini memerlukan persenjataan yang kuat,” lanjutnya.

Baca Juga: Putin Menyombongkan Kekuatan Persenjataannya, Mengaku Telah Hancurkan Senjata Ukraina seperti Kacang


 




Sumber : Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x