KIEV, KOMPAS.TV - Seorang tentara Rusia yang ditawan Ukraina memberikan pengakuan yang mengerikan.
Berdasarkan pengakuan yang tidak terkonfirmasi militer Rusia itu, tentara itu mengungkapkan pasukan kematian Presiden Vladimir Putin akan membunuh prajurit yang ingin kabur dari pertempuran, dan yang menolak bertempur.
Menurutnya, banyak pasukan Rusia yang memasuki Ukraina percaya mereka bertugas dalam misi penjaga perdamaian.
Tetapi kemudian merasa bingung dan ngeri setelah mengetahui tentang penyerangan ke Ukraina.
Baca Juga: Senator AS Dukung Pengiriman Jet Tempur ke Ukraina, Menyebutnya Sangat Penting
Prajurit berusia 22 tahun yang namanya tak disebutkan itu mengungkapkan bahwa memang benar ada pasukan kematian yang membunuh tentara yang ingin kabur dari pertempuran.
Hal itulah yang diyakini membuat banyak tentara Rusia kemudian memilih menyerah.
Menurutnya siapa pun yang ingin melakukan desersi dari militer pada pertempuran itu tak akan bisa melakukannya.
“Kami kemudian menyadari situasi yang ada, kami datang bukan untuk misi menjaga perdamaian, tetapi untuk bertempur,” ujarnya saat diwawancara oleh Badan Keamanan Ukraina dikutip dari Daily Star.
Ia menegaskan memang ada pertanyaan kepada komanda, seperti kenapa mereka melakukan hal itu.
“Tetapi untuk kembali dan pergi? Kami tak akan bisa pulang. Eselon di belakang, mereka membunuhi para desertir. Sepertinya, dengan orang militer yang berbicara dengan saya, mereka mengatakan hal yang sama,” tuturnya.
“Memang benar ada pasukan yang membunuhi mereka yang ingin pulang ke rumah,” lanjutnya.
Prajurit tersebut mengklaim bahwa para tentara telah dibohongi oleh militer, dan menambahkan ia tak yakin bakal bisa pulang ke Rusia.
“Saya mengerti masalah yang membuat saya telibat dengan tempat saya bekerja. Saya mungkin tak akan kembali,” ujar tentara tersebut.
Baca Juga: Presiden Ukraina Zelensky Beri Peringatan ke NATO soal Serangan Rudal Rusia: Hanya Masalah Waktu
“Yang kemungkinan tidak. Saya tak akan kembali ke tempat bekerja, di ketentaraan. Mereka berbohong. Mereka membuang kami seperti seonggok daging,” lanjutnya.
Prajurit muda itu mengungkapkan ia diberitahu bahwa tak ada masyarakat sipil tersisa di titik populasi.
Jika ada, tindakan militer harus dilakukannya meski mereka tidak ingin ambil bagian dari itu.
“Saat kami tahu situasinya, mereka tak membiarkan kami kembali. Mereka mengatakan akan membunuh kami jika kembali. Satu-satunya cara yang bisa kami lakukan adalah menyerah,” ucapnya.
Sumber : Daily Star
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.