Militer Korsel meyakini, tak ada alasan untuk menduga bahwa pria itu telah melakukan kegiatan spionase untuk Korut.
Mereka juga telah menyelidiki bagaimana pria itu dapat melalui pagar kawat berduri perbatasan yang berdiri sepanjang 238 kilometer bertabur ranjau darat yang selalu dilintasi patroli tentara. Pria itu juga disebut tertangkap kamera pengintai beberapa jam sebelumnya.
Setelah melarikan diri dari Korut pada November 2020, penyelidik kementerian pertahanan Korsel menyebut, pria yang diidentifikasi sebagai mantan pesenam itu berhasil merayapi pagar kawat berduri berkat kelenturan tubuhnya.
Sejak tiba dari zona demiliterisasi yang sama, pria itu dilaporkan menerima dukungan dari pemerintah Korsel yang mencakup keamanan, perumahan, perawatan kesehatan dan pekerjaan.
Keputusannya untuk kembali ke Korut telah menimbulkan pertanyaan tentang perlakuan terhadap para pembelot di Korsel.
Laporan menyebut, banyak para pembelot harus menghadapi diskriminasi di bidang pekerjaan, pendidikan dan perumahan.
Sejak akhir 1990-an, lebih dari 33.000 warga Korut telah membelot ke Korsel untuk menghindari persekusi politik, kelangkaan makanan dan kemiskinan.
Meski sejumlah warga Korut berhasil dan sukses di tanah seberang, seperti anggota dewan Ji Seong-ho, namun banyak di antara mereka yang harus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak.
Baca Juga: Kim Jong-Un Terlihat Makin Kurus, Ternyata Sedikit Makan karena Korea Utara Krisis Pangan
Data kementerian penyatuan Korsel menyebut, sekitar 56 persen pembelot dikategorikan berpenghasilan rendah.
Sementara, hampir 25 persen berada di kelompok terendah hingga berhak menerima tunjangan mata pencaharian dasar.
Dalam survei yang dirilis oleh Pusat Data untuk HAM Korut dan Penelitian Sosial Korut di Seoul bulan lalu, sekitar 18 persen dari 407 pembelot menyatakan bersedia kembali ke Korut. Sebagian besar menyatakan kerinduan akan negara yang telah mereka tinggalkan.
“Ada beragam faktor kompleks, termasuk kerinduan akan keluarga yang mereka tinggalkan di Korut. Juga, kesulitan emosional dan ekonomi yang muncul saat mereka bermukim kembali,” kata kementerian penyatuan Korsel.
“Pemerintah tetap melanjutkan melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki program dukungan kami untuk membantu mereka bermukim kembali dengan lebih baik di Korsel.”
Sumber : Yonhap/The Guardian
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.